Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam jumpa pers, Selasa (30/3), mengatakan pemerintah memutuskan untuk mengizinkan pembelajaran tatap muka secara terbatas setelah semua pendidik dan tenaga kependidikan, seperti operator sekolah, petugas kebersihan, pegawai tata usaha, sudah mendapat dua dosis suntikan vaksin COVID-19.
Pembelajaran tatap muka itu akan dimulai pada tahun ajaran baru Juli mendatang. Namun jika terjadi kasus COVID-19 di sebuah sekolah, pembelajaran tatap muka akan dihentikan.
"Jadinya sekolah setelah guru dan tenaga pendidiknya divaksin, wajib memberikan opsi pembelajaran tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan. Tetapi orang tua boleh memilih, apakah mereka nyaman anaknya ke sekolah atau tidak. Jadi ujung-ujungnya per anak keputusannya ada di orang tua, tetapi sekolah yang sudah divaksinasi wajib memberikan opsi pembelajaran tatap muka terbatas pada saat vaksinasinya sudah rampung," kata Nadiem.
Nadiem menjelaskan keputusan untuk memulai pembelajaran tatap muka terbatas tersebut diambil karena penutupan sekolah dan pembelajaran jarak jauh sudah berlangsung terlalu lama.
BACA JUGA: Problem Mendasar PJJ: Tak Ada HP, Miskin Sinyal dan Fakir Data InternetDia menambahkan penutupan sekolah ini memiliki dampak negatif terhadap kesehatan anak, pendidikan dan perkembangan, pendapatan keluarga, serta perekonomian secara keseluruhan.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dari UNICEF dan WHO (organisasi kesehatan Dunia), lanjut Nadiem, infeksi COVID-19 terhadap anak (berumur di bawah 18 tahun) memiliki gejala ringan, anak mempunyai kerentanan lebih rendah terhadap infeksi COVID-19 dibanding orang dewasa, dan anak memiliki kemungkinan kecil menularkan virus COVID-19 ketimbang orang dewasa.
BACA JUGA: Mencegah Generasi Hilang pada Sektor Pendidikan Akibat PandemiLebih jauh ia mengatakan Indonesia termasuk dalam empat negara di di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang belum melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Sementara 23 negara lainnya di kawasan tersebut sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka, termasuk Vietnam, China, Kamboja, dan Laos.
Menurut Nadiem satu tahun penutupan sekolah karena pandemi COVID-19 juga telah menimbulkan dampak lain, yaitu anak putus sekolah, penurunan capaian belajar, dan kekerasan pada anak.
Nadiem mengatakan sejatinya sejak Januari tahun ini semua pemerintah daerah sudah bisa memberikan izin untuk pembelajaran tatap muka secara terbatas jika sekolah mampu memenuhi syarat protokol kesehatan namun kebijakan ini tidak bersifat wajib. Namun pada kenyataannya hanya 22 persen satuan pendidikan yang melangsungkan pembelajaran tatap muka.
BACA JUGA: Jokowi Targetkan 5 Juta Guru dan Tenaga Pendidik Selesai Divaksin Juni 2021Nadiem menambahkan pemerintah telah menetapkan pendidik dan tenaga kependidikan, seperti operator sekolah, petugas kebersihan, pegawai tata usaha sebagai prioritas untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19. Vaksinasi COVID-19 bagi pendidik dan tenaga kependidikan ini berlaku di semua jenjang pendidikan, pendidikan negeri dan swasta, formal dan non-formal, serta pendidikan keagamaan.
Untuk tahap pertama, vaksinasi akan diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan di pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar, sekolah luar biasa, dan sederajat, pesantren, dan pendidikan keagamaan. Tahap selanjutnya vaksinasi diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan sederajat. Pada tahap ketiga, vaksinasi ditujukan bagi pendidik dan tenaga kependidikan di perguruan tinggi.
Vaksinasi tahap pertama bagi pendidik dan tenaga kependidikan paling lambat dilaksanakan minggu kedua Mei 2021. Tahap kedua paling lambat akhir pekan keempat Mei 2021 dan tahap ketiga paling lambat pada pekan kedua Juni 2021.
Untuk mencapai ketiga target tersebut, Nadiem mendorong pemerintah daerah memprioritaskan vaksinasi COVID-19 para pendidik dan tenaga kependidikan.
Menkes Dukung Dimulainya Pembelajaran Tatap Muka
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendukung keputusan untuk memulai pembelajaran tatap muka pada Juli mendatang karena menilai pendidikan yang terus berjalan merupakan investasi yang sangat penting bagi generasi dan perekonomian Indonesia di masa depan.
"Pendidikan dan kesehatan, kedua sektor ini merupakan investasi bangsa yang besar untuk 10, 20, sampai 30 tahun ke depan. Saya merasa sangat terharu dan mendukung agar proses pembelajaran ini kembali seperti normal.
Budi Gunadi menjelaskan setiap pandemi menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan manusia mampu bertahan dengan beradaptasi terhadap keadaan dengan menerapkan gaya hidup dan protokol kesehatan yang baru.
Untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini, akan diberlakukan sejumlah peraturan, antara lain kapasitas kelas 50 persen dari kondisi normal, jarak antar kursi siswa 1,5 meter dan seluruh siswa wajib mengenakan masker serta diperiksa suhu tubuhnya setiap masuk sekolah. Sekolah dibebaskan menetapkan pembelajaran tatap muka dilakukan dua atau tiga hari tiap pekan.
KPAI Minta Ada Pemantauan di Lapangan
Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Lystiarti meminta ada pemantauan di lapangan untuk memastikan kesiapan sekolah dan daerah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Your browser doesn’t support HTML5
KPAI mendorong pembukaan sekolah tatap muka harus didasarkan pada kesiapan sekolah sebagai faktor utama, seperti infrastruktur dan protokol kesehatan selain pendidik dan tenaga pendidikan sudah divaksinasi.
KPAI juga meminta pemerintah daerah menyiapkan portal pengaduan dan rencana evaluasi saban bulan terhadap pelaksanaan pembelajaran tatap muka. [fw/em]