Dua dakwaan terhadap mantan petugas polisi sekolah di Uvalde, Texas, merupakan dakwaan pertama yang diajukan terhadap penegak hukum atas kegagalan penanganan yang membuat ratusan petugas menunggu lebih dari satu jam untuk menghadapi seorang laki-laki bersenjata berusia 18 tahun yang menembaki 19 siswa kelas empat dan dua guru di Robb Elementary.
Bagi sebagian keluarga Uvalde, yang telah menghabiskan dua tahun terakhir untuk menuntut pertanggungjawaban polisi, dakwaan tersebut menimbulkan perasaan lega dan frustrasi. Sebagian lainnya bertanya-tanya mengapa tidak ada lebih banyak petugas yang didakwa karena mereka menunggu begitu lama untuk masuk ke ruang kelas, di mana beberapa korban terbaring sekarat atau memohon bantuan, guna mengakhiri salah satu insiden penembakan terburuk di sekolah dalam sejarah Amerika.
Mantan Kepala Polisi Sekolah Uvalde, Pete Arredondo, dan mantan polisi Adrian Gonzales, pada tanggal 26 Juni lalu didakwa oleh dewan juri Uvalde County atas berbagai tuduhan membahayakan anak dan menelantarkan anak karena tindakan mereka dan kegagalan untuk segera menghadapi penembak. Mereka termasuk di antara hampir 400 petugas federal, negara bagian, dan lokal yang berkumpul di sekolah naas itu pada hari itu.
"Saya ingin setiap orang yang berada di Lorong-lorong kelas dan hanya menunggu, didakwa karena gagal melindungi mereka yang tidak bersalah," kata Velma Duran, yang saudara perempuannya, Irma Garcia, merupakan salah satu guru yang tewas dibunuh pelaku. "Kakak saya menempatkan tubuhnya di depan anak-anak itu untuk melindungi mereka, sesuatu yang seharusnya bisa mereka lakukan. Mereka memiliki sarana dan alat untuk melakukannya. Kakak saya hanya memiliki tubuhnya."
Jaksa Distrik Uvalde County Christina Mitchell belum mengatakan apakah ada petugas polisi sekolah lain yang akan didakwa, atau apakan pekerjaan grand jury sudah selesai.
Yang pasti warga mengetahui beberapa fakta di lapangan sebelum penyelidikan kriminal dimulai.
Insiden Penembakan
Seorang laki-laki bersenjata menyerbu SD Robb di Uvalde, Texas, pada 24 Mei 2022 dan membunuh korban di dua ruang kelas.
Ada lebih dari 370 petugas keamanan menanggapi panggilan darurat penembakan itu, tetapi mereka menunggu lebih dari 70 menit untuk menghadapi langsung sang penembak, padahal mereka juga mendengar suara tembakan senjata serbu AR-15 dari ruang-ruang kelas itu.
Siswa-siswa yang ketakutan di dalam ruang kelas menelpon panggilan darurat 911, sementara orang tua yang panik memohon para petugas keamanan untuk mengambil tindakan. Sebagian orang tua dapat mendengar suara tembakan saat mereka berdiri di luar sekolah.
Sebuah tim taktis yang terdiri dari beberapa petugas akhirnya masuk ke dalam kelas dan menewaskan pelaku.
Laporan investigasi negara bagian dan federal yang berisi kecaman keras tentang tanggapan polisi telah mengkategorikan penanganan insiden penembakan itu sebagai "kegagalan bertingkat" dalam masalah pelatihan, komunikasi, kepemimpinan, dan teknologi.
Dakwaan
Dakwaan terhadap Arredondo, yang merupakan komandan di lokasi kejadian pada saat penembakan, menuduh kepala sekolah menunda respon polisi meskipun mendengar suara tembakan dan diberitahu bahwa ada anak-anak yang terluka di dalam kelas dan seorang guru telah ditembak.
Arredondo memanggil tim SWAT, memerintahkan petugas yang merespons awal untuk meninggalkan gedung dan berusaha bernegosiasi dengan laki-laki bersenjata berusia 18 tahun itu, demikian isi dakwaan tersebut. Dewan juri menilai tindakan itu sebagai kelalaian kriminal.
Sementara David Gonzales dituduh tidak mengikuti pelatihan yang telah diberikan dan tidak menghadapi penembak. Ia bahkan tetap berdiri di lorong kelas meskipun berulangkali mendengar suara dentuman senjata api.
Jika terbukti bersalah, semua dakwaan itu disertai ancaman hukuman hingga dua tahun penjara.
Dalam wawancara dengan Texas Tribune pada tahun 2022, Arredondo mengatakan dia mencoba untuk "menghilangkan ancaman apa pun, dan melindungi para siswa dan staf."
BACA JUGA: Jaksa Agung AS: 21 Korban Penembakan Massal di SD Texas ‘Berhak Mendapat Perlindungan yang Lebih Baik’ dari PolisiSementara pengacara Gonzalez Jumat lalu (28/6) mengatakan dakwaan tersebut "belum pernah terjadi sebelumnya di negara bagian Texas" dan mengatakan bahwa petugas tersebut yakin dia tidak melanggar hukum atau kebijakan distrik sekolah.
Petugas penegak hukum AS pertama yang diadili karena diduga gagal bertindak selama penembakan di dalam kampus adalah wakil sheriff kampus di Florida yang tidak masuk ke dalam gedung kelas dan menghadapi pelaku pembantaian di Parkland tahun 2018. Wakil Sherrif yang dipecat itu, telah dibebaskan dari tuduhan kelalaian tahun lalu. Gugatan hukum dari keluarga korban dan para penyintas masih tertunda.
Gugatan Hukum
Keluarga-keluarga tersebut menuntut pertanggungjawaban dari pihak berwenang di pengadilan negara bagian dan federal. Beberapa di antaranya telah mengajukan beberapa gugatan perdata.
Dua hari sebelum peringatan dua tahun penembakan tersebut, keluarga dari 19 korban mengajukan gugatan senilai US$500 juta terhadap hampir 100 petugas polisi negara bagian yang menjadi bagian dari respon yang gagal itu. Gugatan tersebut menuduh para polisi tidak mengikuti pelatihan penembak aktif dan tidak menghadapi pelaku penembakan. Pejabat tertinggi Departemen Keamanan Publik yang disebut sebagai terdakwa adalah Direktur Regional Texas Selatan Victor Escalon.
Keluarga yang sama juga mencapai kesepakatan senilai US$2 juta dengan pemerintah kota, di mana para pemimpin kota menjanjikan standar yang lebih tinggi dalam perekrutan dan pelatihan polisi setempat.
Pada tanggal 24 Mei, sekelompok keluarga menggugat Meta Platforms, yang memiliki Instagram, dan pembuat video game Call of Duty atas klaim bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bertanggung jawab atas senjata yang digunakan oleh remaja bersenjata tersebut.
Mereka juga mengajukan gugatan lain terhadap pembuat senjata Daniel Defense, yang membuat senapan gaya AR yang digunakan oleh laki-laki bersenjata itu. [em/jm]