TikTok sekali lagi menolak tudingan bahwa perusahaan induknya di China, ByteDance, akan membagikan data pengguna aplikasi berbagi video populernya dengan pemerintah China. Platform itu juga menepis dugaan menyebarkan propaganda dan informasi yang salah atas namanya.
Kementerian Luar Negeri China pada Rabu (15/3) menuduh Amerika Serikat (AS) sendiri yang menyebarkan disinformasi tentang potensi risiko keamanan TikTok. Tuduhan itu dilayangkan menyusul laporan Wall Street Journal bahwa Komite Investasi Asing di AS - bagian dari Departemen Keuangan - mengancam akan melarang penggunaan aplikasi tersebut kecuali pemilik saham yang berasal China itu menjual saham mereka.
Jadi, apakah risiko keamanan data itu nyata? Dan haruskah pengguna khawatir aplikasi TikTok akan dihapus dari ponsel mereka?
Apa Kekhawatiran soal TikTok?
Baik FBI dan Komisi Komunikasi Federal mengeluarkan peringatan bahwa ByteDance dapat membagikan data pengguna TikTok dengan pemerintah China terkait data mengenai riwayat penelusuran, lokasi, dan pengenal biometrik.
Undang-undang yang diterapkan China pada 2017 mewajibkan perusahaan untuk memberikan seluruh data pribadi kepada pemerintah yang relevan dengan keamanan nasional negara tersebut. Tidak ada bukti bahwa TikTok telah menyerahkan data semacam itu, tetapi ada ketakutan karena banyaknya data pengguna yang dikumpulkannya, seperti perusahaan media sosial lainnya.
Kekhawatiran seputar TikTok meningkat pada Desember ketika ByteDance mengatakan telah memecat empat karyawan yang mengakses data dua jurnalis dari Buzzfeed News dan The Financial Times saat mencoba melacak sumber laporan yang bocor tentang perusahaan tersebut.
BACA JUGA: AS Ancam Blokir TikTok Jika Pemilik Tolak Jual Saham
Bagaimana Tanggapan AS?
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, Kamis (16/3), menolak berkomentar tentang TikTok.
Kirby juga tidak dapat mengonfirmasi bahwa pemerintah mengirimkan surat peringatan kepada TikTok bahwa Washington dapat melarang aplikasi tersebut jika pemiliknya di China tidak menjual sahamnya. Dia menambahkan “Kami memiliki masalah keamanan nasional yang sah sehubungan dengan integritas data yang kami perlu amati."
Pada 2020, Presiden Donald Trump dan pemerintahannya saat itu menekan ByteDance untuk menjual asetnya di AS dan melarang TikTok di toko aplikasi. Pengadilan memblokir upaya tersebut. Presiden Joe Biden membatalkan perintah Trump, tetapi memerintahkan studi mendalam tentang masalah tersebut. Rencana penjualan aset TikTok di AS juga dibatalkan karena pemerintahan Biden merundingkan kesepakatan dengan TikTok yang akan mengatasi beberapa masalah keamanan nasional.
Di Kongres, Senator AS Richard Blumenthal dari Partai Demokrat dan Jerry Moran dari Partai Republik, menulis surat kepada Menteri Keuangan Janet Yellen pada Februari. Mereka mendesak Komite panel Investasi Asing, yang Yellen pimpin, untuk “segera menyimpulkan penyelidikannya dan menerapkan peraturan struktural yang ketat” antara operasi TikTok di Amerika dan ByteDance, termasuk berpotensi memisahkan kedua perusahaan itu.
Pada saat yang sama, anggota parlemen juga menerapkan langkah-langkah yang akan memperluas otoritas pemerintahan Biden untuk memberlakukan larangan nasional terhadap TikTok. Gedung Putih juga mendukung proposal Senat yang mendapat dukungan bipartisan.
Bagaimana TikTok Dibatasi?
Pada Kamis (16/3), otoritas Inggris melarang penggunaan TikTok di telepon genggam milik pemerintah dengan alasan keamanan. Kebijakan itu mengikuti langkah yang dilakukan pemerintah Uni Eropa, yang untuk sementara melarang TikTok dari telepon seluler karyawannya. Denmark dan Kanada juga mengumumkan upaya untuk memblokirnya di telepon milik pemerintah.
Bulan lalu, Gedung Putih mengatakan akan memberi waktu 30 hari kepada agen federal AS untuk menghapus TikTok dari semua perangkat seluler yang dikeluarkan pemerintah. Kongres, angkatan bersenjata AS, dan lebih dari separuh negara bagian AS melarang aplikasi tersebut.
BACA JUGA: TikTok Didesak AS untuk Tinggalkan ByteDance
Apa Kata TikTok?
Juru bicara TikTok Maureen Shanahan mengatakan perusahaan menjawab masalah keamanan melalui "perlindungan transparan, berbasis AS terhadap data dan sistem pengguna AS, dengan pemantauan, pemeriksaan, dan verifikasi pihak ketiga yang kuat."
Pada Juni, TikTok mengatakan akan mengarahkan semua data dari pengguna AS ke server yang dikendalikan Oracle, perusahaan Silicon Valley yang dipilihnya sebagai mitra teknologi AS pada 2020 dalam upaya menghindari larangan nasional. Namun menyimpan cadangan data di servernya sendiri di AS dan Singapura. Perusahaan mengatakan akan menghapus data pengguna AS dari servernya sendiri, tetapi belum memberikan garis waktu kapan penghapusan data akan dilakukan.
CEO TikTok Shou Zi Chew akan memberikan kesaksian minggu depan di hadapan Komite Energi dan Perdagangan DPR tentang praktik privasi dan keamanan data perusahaan, serta hubungannya dengan pemerintah China.
Sementara itu, perusahaan induk TikTok, ByteDance, mencoba memposisikan dirinya sebagai perusahaan berskala internasional, dan bukan sebagai perusahaan China yang didirikan di Beijing pada 2012 oleh kepala eksekutifnya saat ini Liang Rubo dan lainnya.
Theo Bertram, Wakil Presiden Kebijakan TikTok di Eropa, mencuit pada Kamis (16/3) bahwa ByteDance "bukanlah perusahaan China." Bertram mengatakan kepemilikan perusahaan itu terdiri dari 60 persen investor global, 20 persen karyawan, dan 20 persen pendiri. Para pemimpinnya berbasis di kota-kota seperti Singapura, New York, Beijing, dan wilayah metropolitan lainnya.
Apakah Risiko Keamanan TikTok Diakui?
Beberapa advokat privasi teknologi mengatakan di saat potensi penyalahgunaan privasi oleh pemerintah China memprihatinkan, perusahaan teknologi lain juga memiliki praktik bisnis pengumpulan data yang juga mengeksploitasi informasi pengguna.
“Jika pembuat kebijakan ingin melindungi orang Amerika dari pengawasan, mereka harus mengadvokasi undang-undang privasi dasar yang melarang semua perusahaan mengumpulkan begitu banyak data sensitif tentang kita sejak awal, daripada terlibat dalam jumlah pamer xenophobia (ketakutan -red) yang tidak melindungi siapa pun,” kata Evan Greer, direktur kelompok advokasi nirlaba Fight for the Future.
Karim Farhat, seorang peneliti dengan Proyek Tata Kelola Internet di Georgia Tech, mengatakan penjualan TikTok akan "sama sekali tidak relevan dengan dugaan ancaman 'keamanan nasional'" dan bertentangan dengan "setiap prinsip dan norma pasar bebas" dari internet departemen luar negeri.
BACA JUGA: Alasan Keamanan, Inggris Larang Aplikasi TikTok pada Ponsel Milik PemerintahYang lain mengatakan ada alasan yang sah untuk khawatir.
Orang yang menggunakan TikTok mungkin mengira mereka tidak melakukan apa pun yang menarik bagi pemerintah asing, tetapi tidak selalu demikian, kata Anton Dahbura, Direktur Eksekutif Institut Keamanan Informasi Universitas Johns Hopkins. Informasi penting tentang AS tidak terbatas pada pembangkit listrik tenaga nuklir atau fasilitas militer, tetapi juga meluas ke sektor lain, seperti pengolahan makanan, industri keuangan dan universitas, kata Dahbura.
Apakah Ada Preseden Pelarangan Perusahaan?
Tahun lalu, AS melarang penjualan peralatan komunikasi yang dibuat perusahaan China Huawei dan ZTE, dengan alasan risiko terhadap keamanan nasional. Namun pelarangan penjualan barang bisa lebih mudah dilakukan daripada pelarangan aplikasi yang diakses melalui web.
Langkah seperti itu mungkin dapat berakhir ke meja hijau dengan alasan bahwa pelarangan melanggar Amandemen Pertama seperti yang dikemukakan beberapa kelompok kebebasan sipil. [ah/ft]