Mengukur Cairnya Permafrost dan Dampaknya di Siberia

  • Associated Press

Ilmuwan Rusia Sergey Zimov dan putranya Nikita Zimov mengekstrak sampel udara dari tanah beku di dekat kota Chersky di Siberia 6.600 km (4.000 mil) timur Moskow, Rusia. (Foto: AP/Arthur Max)

Menjelang pertemuan COP26 tentang perubahan iklim di Skotlandia akhir tahun ini, tim ilmuwan sedang mempelajari cairnya permafrost atau lapisan es di bawah permukaan tanah dan dampaknya di Siberia Selatan.

Di Siberia Selatan, Dataran Tinggi Alash Pegunungan Sayan menjulang tinggi di atas permukaan laut.

Puncak di sana berkisar antara 1.200 dan 3.000 meter. Suhu rata-rata tahunan antara minus 5 dan minus 7 derajat Celcius, tetapi pada pertengahan musim panas suhu mencapai 18 derajat Celcius.

Satu tim ilmuwan berada di sana untuk mempelajari perubahan ekosistem akibat perubahan iklim.

Seorang nelayan mengangkut tangkapannya dari lubang di es dekat tongkang penelitian Stasiun Sains Timur Laut dekat Chersky, Rusia. (Foto: AP/Arthur Max)

Permafrost adalah lapisan es di bawah tanah dengan suhu tetap di bawah nol derajat Celcius selama setidaknya dua tahun. Lapisan itu dipelajari secara ekstensif di Arktik karena es yang mencair melepaskan gas yang memerangkap panas.

Kini tim itu ingin mempelajari apa yang terjadi di tempat lain di Siberia, dalam proyek yang didanai hibah dari Russian Science Foundation (Yayasan Sains Rusia). Tim itu terdiri dari peneliti-peneliti dari dua universitas negeri di Rusia: Tomsk dan Tyva (Tuva). Salah seorang dari mereka adalah Zoya Kvasnikova pada departemen Geografi, Tyva State University.

"Permafrost telah secara aktif, dan yang paling penting - secara rinci - dipelajari di Rusia sejak 1970-an, tetapi umumnya daerah dataran Rusia Barat. Sedangkan lahan gambut pegunungan, "palsa," di wilayah Rusia tidak banyak dipelajari, terutama di daerah Pegunungan Altai-Sayan," katanya.

BACA JUGA: Pemuda Belgia Gembalakan Domba untuk Selamatkan Lingkungan

Sergey Kirpotin dari Tyva State University, ilmuwan ketua untuk proyek itu, mengatakan bahwa lanskap berubah sebagai respons terhadap iklim yang lebih hangat.

"Es memiliki volume yang lebih besar daripada air, dan secara alami, ketika es terbentuk, permukaannya menonjol, tetapi pada saat yang sama sebagian daerah, dan ini juga tampak jelas, mulai mencair. Dalam era pemanasan iklim, lapisan es yang mencair membuat permukaan tanah tampak bergelombang," kata Sergey Kirpotin.

Proses geologis di sini sangat aktif sehingga seluruh area suatu hari nanti mungkin akan terendam, kata Kvasnikova. "Seluruh lereng ini akan runtuh," ujarnya.

Menurut Roshydromet, Dinas Hidrometeorologi dan Pemantauan Lingkungan Federal Rusia, pegunungan Siberia Selatan telah mengalami pemanasan terbesar di Rusia sejak 1975. Suhu pada musim dingin naik antara 2 dan 4 derajat Celcius. Suhu pada musim panas naik sekitar 1 derajat.

Kuda Yakutian terlihat di luar kabin penjaga di Taman Pleistosen, hutan belantara seluas 40.000 hektar di Siberia utara, Rusia. (Foto: AP/Arthur Max)

Lapisan es yang mencair bisa membentuk danau kecil, disebut danau termokarst, yang bisa melepaskan gas yang menyebabkan pemanasan global.

“Ketika proses termokarst semakin intensif, bahan organik mulai terurai di danau-danau ini. Akibatnya, banyak karbon masuk ke air, yang kemudian dilepaskan ke atmosfer, baik dalam bentuk karbon dioksida maupun dalam bentuk metana," jelas Sergey Kirpotin.

Karena itu, Kirpotin melanjutkan, secara bersama-sama, dataran tinggi, di mana permafrost mencair, dan terutama dataran yang luas, ikut menyebabkan perubahan iklim. Di bawah pengaruh iklim itu sendiri, lanskap berubah, tetapi perubahan lanskap semakin meningkatkan perubahan iklim. “Itu menjadi semacam reaksi berantai," imbuhnya.

Fenomena permafrost lain, dikenal sebagai 'solifluksi,' terjadi di lereng pegunungan itu. Proses erosi ini menyebabkan longsor dan semburan lumpur.

Ilmuwan Sergei Zimov mengambil sampel tanah yang diambil dari lapisan permafrost yang mencair di tebing Duvanny Yar, sekitar 120 km dari kota Chersky di timur laut Siberia. (Foto: REUTERS/Dmitry Solovyov)

"Solifluksi adalah gerakan tanah secara lambat menuruni lereng akibat gravitasi. Ini juga merupakan proses permafrost. Mungkin kalian pernah melihat semacam tangga (di lereng). Seperti itulah persisnya," ujar Kvasnikova.

Pergeseran dapat mengancam jalan-jalan penting di kawasan itu.

Peningkatan curah hujan pada musim semi juga berkontribusi pada limpasan air yang lebih besar, menggerus dasar sungai dan, akibatnya, meningkatkan erosi tanah.

Curah hujan di sini naik 10 persen dalam dekade terakhir, kata Roshydromet. Terletak di persimpangan dua zona iklim, boreal dan sub arid, lanskap unik ini kaya akan keanekaragaman hayati.

Pakar botani Andrey Pyak, profesor di Tyva State University, memamerkan bunga langka yang dikenal sebagai aconitum biflorum.

BACA JUGA: Kebakaran Hutan Besar Landa Wilayah Siberia di Rusia 

"Ini mungkin salah satu perwakilan flora yang paling menarik yang dapat ditemukan di tempat-tempat ini. Ini adalah aconitum biflorum, spesies endemik, tumbuh hampir hanya di pegunungan Sayan, umumnya di Sayan Timur. Dari sini, (bunga ini) menyebar jauh sampai ke perbatasan barat wilayah spesies ini," katanya.

Sebagian pekerjaan lapangan baru-baru ini mencakup pemantauan sifat biologis, geologis dan kimia air, perubahan tanah dan survei spesies tanaman endemik. Suhu tanah sangat menarik bagi Kirpotin, pakar biologi dengan spesialisasi dalam ekologi lanskap.

"Ada yang disebut "thermo-braid" di situs ini, berupa pita yang dipasang di kedalaman satu setengah meter. Tiap lima sentimeter pada pita ini memiliki sensor suhu. Secara otomatis sensor-sensor ini mencatat suhu. Tentu saja, begitu menerima sejumlah besar data ini, kami harus memrosesnya.," kata Sergey Kiportin.

BACA JUGA: Membeku 24.000 Tahun di Siberia, Makhluk Miskroskopis Ini Hidup Kembali

Bagian yang penting adalah mempelajari tanah: menggalinya, mengambil sampel, mengukur kedalaman lapisan yang mencair, mengukur suhu lapisan permafrost, papar Oleg Merzlyakov, profesor ilmu tanah pada departemen ekologi tanah, Biological Institute of Tomsk State University.

"Dalamnya lapisan yang beku, karena ada sedikit salju, semuanya menebal selama musim dingin hingga empat meter. Secara alami, zona ini akan menjadi yang pertama bereaksi dengan terjadinya perubahan iklim," ujar Oleg Merzlyakov.

Pengukuran dilakukan di sepanjang garis transek yang diletakkan secara khusus, mulai dari lereng gunung itu sampai ke lembah di mana proses permafrost sangat jelas.

Perlu waktu untuk mengumpulkan dan memroses data sebelum diambil kesimpulan. Tetapi penelitian ini akan memberi masukan penting untuk mempelajari perubahan iklim global.

Tim itu berencana menerbitkan artikel pada akhir tahun ini di jurnal Atmosfer. [ka/lt]