Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin pada Kamis (27/7) mengatakan AS tidak menginginkan pangkalan militer permanen di Papua Nugini.
Berbicara dalam konferensi pers bersama dengan PM Papua Nugini James Marape, Austin mengatakan tujuannya adalah memperkuat kemampuan negara itu untuk melindungi diri dan membela kepentingannya.
Austin mengatakan, “Ini adalah kerangka dasar fundamental untuk memperdalam hubungan pertahanan.” Ia mengingatkan bahwa hubungan itu telah berlangsung selama beberapa dekade. Nilai-nilai bersama yang dimiliki kedua negara sangatlah penting, dan inilah kesempatan untuk memperluas hubungan kedua negara yang kuat selama ini, kata Austin.
Kedua negara menandatangani perjanjian keamanan tahun ini yang memungkinkan AS untuk membangun dan mengoperasikan pelabuhan laut dan bandara di Papua Nugini.
Marape mengatakan perjanjian kerja sama pertahanan akan meningkatkan infrastruktur pertahanan maupun infrastruktur secara umum di negaranya, yang menguntungkan militer dan ekonomi secara keseluruhan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang juga berada di kawasan itu pada Kamis mengemukakan kemungkinan bagi Selandia Baru dan negara-negara lain untuk ambil bagian dalam pakta pertahanan AUKUS, proposal yang dapat membuat gusar China.
Blinken mengatakan, “AS, sebagai negara Pasifik sangat berkomitmen untuk mewujudkan visi bersama bagi Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, makmur, aman, tangguh dan terhubung.” Artinya, lanjut Austin, ini adalah kawasan di mana negara-negara bebas memilih jalur dan mitra mereka sendiri; di mana masalah diatasi secara terbuka; di mana peraturan dicapai secara transparan dan diimplementasikan secara adil; dan di mana orang atau barang dan gagasan dapat bergerak secara sah dan bebas. Ini adalah visi bersama antara AS dan Selandia Baru dan banyak negara lainnya di kawasan tersebut, lanjut Blinken.
BACA JUGA: Perjanjian Kerja Sama Pertahanan AS-Kepulauan Pasifik Picu Kekhawatiran di Dalam NegeriPM Selandia Baru Chris Hipkins pada Rabu mengatakan Selandia Baru “terbuka untuk perbincangan” mengenai kemungkinan peranan dalam AUKUS, selama ini tidak terkait dengan pembangunan kapal selam bertenaga nuklir. Selandia baru telah bebas nuklir sejak pertengahan 1980-an.
Selandia Baru tampaknya malah mengincar kerja sama dalam teknologi pertahanan seperti siber, kecerdasan buatan dan senjata hipersonik, yang berdasarkan perjanjian AUKUS disebut sebagai “Pilar Dua.”
Beijing menentang keras AUKUS, menyebut perjanjian itu mendestabilisasi kawasan tersebut. [uh/ab]