Biasanya mayoritas pemilik senjata api di AS adalah laki-laki kulit putih yang tinggal di daerah pedesaan. Tetapi itu kini berubah karena semakin banyak anggota kelompok minoritas yang membeli senjata api.
Di Jimmy’s Sports Shop, Long Island, New York, pemilik toko, Jay Zeng, melihat perubahan ini. “Banyak orang Asia datang ke sini dan membeli senjata api karena kami di sini, kami harus membantu dan kini mereka tahu, oh, kita juga boleh membeli senjata asalkan kita warga legal di New York,” ungkapnya.
Zeng menambahkan, warga Asia datang ke tokonya antara lain karena mereka takut akan naiknya kekerasan terhadap masyarakat warga Amerika keturunan Asia, yang dipicu oleh pandemi COVID.
Tetapi kenaikan jumlah pemilik senjata api tidak terbatas pada warga Amerika keturunan Asia. Menurut National Shooting Sports Foundation, pada 2020 kepemilikan senjata api naik 58,2% di kalangan warga Amerika keturunan Afrika atau kulit hitam, dan 49% di kalangan warga Amerika keturunan Amerika Latin.
BACA JUGA: Biden Sampaikan Aturan Baru untuk Atasi Peredaran “Ghost Gun”Damon Finch adalah seorang instruktur senjata api di Newburgh, New York. Dia sependapat bahwa kekhawatiran akan kekerasan merupakan faktor yang menyebabkan perubahan ini.
“Isu-isu seperti insiden George Floyd, Black Lives Matter, dan sudah tentu COVID, di mana banyak orang merasa terancam dan mereka memiliki senjata api tetapi tidak tahu cara menggunakannya secara benar. Jadi, mereka mencari peluang untuk mempelajarinya secara lebih dalam,” ujar Finch.
Pink Pistols, kelompok pemilik senjata api dari komunitas LGBT, mengatakan, keanggotaan mereka telah naik dalam beberapa tahun terakhir.
Aaron Grossman, anggota Pink Pistols Boston mengatakan, “Orang-orang yang telah menghubungi kami, sebagian dari mereka karena takut akan kejahatan yang diarahkan kepada mereka karena mereka dari masyarakat LGBT. Sebagian lainnya memiliki senjata karena menilai keadaan dunia sekeliling di mana kejahatan meningkat, khususnya dalam satu atau dua tahun terakhir.”
Dari sekitar 400 juta senjata api di AS, 98% ada di tangan warga sipil. Itu mengakibatkan kerugian sangat besar dari segi kehilangan nyawa manusia.
Your browser doesn’t support HTML5
Lebih dari 45 ribu orang tewas akibat cedera terkait senjata api di AS pada 2020, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, atau CDC.
Para aktivis pengendalian senjata api mengacu pada penelitian penting di New England Journal of Medicine yang menyimpulkan adanya tautan yang jelas antara senjata api di rumah dan peningkatan kemungkinan kekerasan dengan senjata api.
David Yamane dari Wake Forest University meneliti budaya senjata api di Amerika. “Kalau mereka tidak tahu menangani senjata api secara benar, kalau mereka betul-betul baru memiliki senjata api, dan tidak tahu cara menggunakannya secara tepat, kita akan saksikan kenaikan dalam penembakan yang tidak disengaja atau kecelakaan,” tukasnya.
Yamane menambahkan bahwa tidak ada bukti yang memperlihatkan bahwa lebih banyak kepemilikan senjata api secara sah mengurangi kejahatan.
Meskipun demikian, kepemilikan senjata di AS terus naik karena semakin banyak orang memutuskan bahwa mempunyai senjata api membantu menjaga keselamatan mereka dan keluarga mereka, terlepas dari etnis atau identitas mereka. [jm/ka]