Meninjau Kembali 2020: Covid-19

Petugas medis tengah menangani pasien Covid-19 di Providence Holy Cross Medical Center di Mission Hills, Los Angeles. (Foto: AP)

Tahun 2020 menjadi tahun pandemi Covid-19. Virus ini telah menelan lebih dari 1,5 juta jiwa dan menghancurkan perekonomian di seluruh dunia. Amerika Serikat sebagai negara dengan angka kasus dan kematian tertinggi akibat virus itu.

Berbagai kegagalan itu berawal ketika virus corona tersebut menimpa sejumlah kota di China dan Eropa, sehingga mengakibatkan kota-kota tersebut ditutup. Demikian yang dikemukakan oleh Lawrence Gostin, seorang ahli hukum kesehatan dari Georgetown University.

Lawrence mengatakan bahwa kita tidak mempersiapkan diri. Begitu kita mengetahui bahwa wabah tersebut akan datang, seharusnya kita bersiaga. Setelah pandemi terjadi, masalah besar yang timbul adalah pelaksanaan tes.

Tes pertama yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) tidak berhasil. Kemudian dengan kurangnya tes, sehingga tertunda selama berbulan-bulan, serta masa penantian yang lama untuk mendapatkan hasil tes, mengakibatkan virus tersebut tak terkendali.

“Sikap Presiden Donald Trump juga tidak mendukung. Ia berkali-kali menentang kebijakan para pejabat kesehatannya,” kata Howard Markel, ahli sejarah ilmu pengetahuan dari University of Michigan.

Paramedis bersiap untuk mengangkut seorang wanita berusia 87 tahun yang telah terpapar Covid-19 dan mengalami gejala di Meeker, Oklahoma, AS 20 Desember 2020. (Foto: REUTERS/Nick Oxford)

Howard mengatakan bahwa pemerintahan Trump tidak terbiasa berurusan dengan para ahli. Bukan hanya mereka tidak dihargai, dihormati pun tidak.

Ketika para ahli dari Pusat Pengendalian dan Pencehahan Penyakit pada bulan April menyarankan semua orang menggunakan masker kain, Presiden Trump membacakan pengumuman tersebut, namun langsung mengatakan bahwa ia tidak akan menghiraukannya. Ia beralasan, itu hanya saran. Jadi, terpulang kepada kita untuk memakainya atau tidak.

Dengan cepat, masker menjadi sesuatu yang diterima oleh kalangan Demokrat. Kalangan Republik menolak masker dan mereka tidak peduli pada ilmu pengetahuan.

Politik yang memanas juga menambah sulit menjaga keseimbangan antara melindungi kesehatan dan menjaga perekonomian.

BACA JUGA: Sekjen PBB Sesalkan 1 Juta Kematian Akibat COVID-19

Presiden Trump dan kalangan Republik sebagian besar memihak perekonomian. Pada bulan April, Presiden Trump mendukung berbagai protes menentang pembatasan terkait virus corona, namun hanya di negara-negara bagian yang gubernurnya dari partai Demokrat.

Menurut ahli hukum kesehatan Lawrence Gostin dari Georgetown University, apabila seorang presiden Amerika Serikat mendorong pemberontakan terhadap peraturan tersebut, ini bukan hal yang bisa dianggap sepele.

Lawrence mengatakan itu merupakan pukulan yang luar biasa terhadap kemampuan para pemimpin negara dan badan kesehatan masyarakat untuk benar-benar menghadapi dan memerangi pandemi ini.

Karena sikapnya yang menentang tindakan-tindakan pencegahan, mungkin tidak mengejutkan ketika Presiden Trump sendiri tertular virus corona pada akhir bulan September. Namun, menurut Lawrence Gostin, sebenarnya bukan hanya para pemimpin negara yang patut disalahkan, kita pun bertanggung jawab.

Mahasiswa kedokteran tahun keempat Anna Roesler mengelola vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 di Indiana University Health, Methodist Hospital di Indianapolis, Indiana, AS, 16 Desember 2020. (Foto: REUTERS/Bryan Woolsto)

Lawrence mengatakan bahwa sebagai masyarakat suatu negara, tampaknya kita kurang dapat menjalani hal-hal kecil sekalipun yang dapat menjaga keselamatan sesama, seperti menggunakan masker dan menjaga jarak.

Mulai dari libur musim semi bagi para mahasiswa di Amerika pada bulan Maret, sampai arus mudik libur ‘Thanksgiving’ pada bulan November, orang Amerika yang tidak menghiraukan peringatan kesehatan masyarakat, terus mendorong penyebaran virus tersebut.

Namun pada sisi lain, pemerintah Amerika Serikat telah menanam miliaran dolar untuk mengembangkan vaksin virus corona, yang kini mulai tampak hasilnya, menurut Lawrence Gostin.

Your browser doesn’t support HTML5

Meninjau Kembali 2020: Covid-19

Lawrence Gostin mengatakan bahwa Amerika kini berada paling depan dalam pengembangan vaksin, bersama negara-negara lain. Vaksin ini mungkin yang akan menyelamatkan kita.

Vaksin-vaksin dari perusahaan farmasi Pfizer dan Moderna telah dikembangkan jauh lebih cepat daripada vaksin umumnya, dengan sejumlah perusahaan lain tak jauh mengikuti jejak mereka.

Menjelang berlalunya tahun pandemi ini, vaksin-vaksin yang kemungkinan dapat mengakhiri pandemi tersebut sudah mulai disebarluas. [aa/ka]