Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Senin menyampaikan pidato kenegaraannya mengenai RAPBN 2011 di Gedung MPR/DPR di Jakarta. Usai acara itu menteri-menteri bidang ekonomi mengadakan jumpa pers pada malam harinya.
Asumsi dasar ekonomi makro 2011 yang sudah disampaikan pemerintah, yaitu pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, inflasi 5,3 persen, dan nilai tukar rupiah 9.300 per dolar Amerika. Sedangkan asumsi harga minyak 80 dolar Amerika per-barrel dan produksi minyak 970 ribu barel per hari.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus membaik.
“Walaupun kita masih melihat adanya beberapa resiko di Eropa dan perlemahan pertumbuhan di Amerika, namun di Asia pertumbuhan (ekonomi) cukup meyakinkan,” jelas Menko Perekonomian.
Menko Hatta juga berpendapat Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, dan karena itu, menurut Hatta, momentum ini harus betul-betul dimanfaatkan dengan baik.
Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo meski banyak yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sebenarnya bisa lebih dari yang ditargetkan namun pemerintah ingin menjaga perekonomian tetap sehat. Pertumbuhan ekonomi 6,3 persen menurut Menkeu adalah angka yang paling realistis dan tidak terlampau memaksakan diri.
“Kita berkeyakinan itu di 6,3 persen, pemerintah ingin selalu menjaga agar APBN-nya itu sehat, efisien dan berkesinambungan. Kita memang mengutamakan agar anggaran kita itu sehat,” kata Menkeu.
Pada awal tahun 2011, pemerintah akan menaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen untuk menekan subsidi. Menko Hatta Rajasa berharap langkah pemerintah tersebut disikapi secara bijak oleh masyarakat.
“Yang pertama, cara berpikirnya jangan melihat TDL-nya dulu. Tapi, cara berpikir kita adalah bagaimana kita mendorong pertumbuhan listrik 10 persen per tahun,” jelas Menko Perekonomian.
Menurut pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wijaya Adi perekonomian Indonesia terkesan masih lebih mengutamakan adaptasi terhadap ekonomi global. Meski diakuinya, langkah tersebut merupakan resiko bagi negara penganut ekonomi terbuka. Namun, ia berharap pemerintah jangan pernah mengabaikan pasar domestik karena ini terkait langsung dengan rakyat.
“Konsekuensi dari satu negara yang terbuka itu seperti itu. Karena itu, yang penting sebetulnya adalah bagaimana mengelola pasar domestik,” ungkap Wijaya.
Dengan target pendapatan negara sebesar 1.086,4 triliun rupiah dan belanja negara sebesar 1.202 triliun rupiah, maka anggaran negara 2011 mengalami defisit sebesar 115,6 triliun rupiah.
Seperti dalam anggaran-anggaran negara sebelumnya pemerintah akan berupaya menutup defisit antara lain melalui utang luar negeri dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).