Tajuk media pemerintah Tiongkok mengatakan bahwa banyak rakyat Tiongkok tidak menyukai Clinton dan menuduhnya menimbulkan rasa saling tidak percaya antara kedua negara.
Media pemerintah Tiongkok memuat tajuk yang sangat mengecam Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton, pada saat dia memulai apa yang kemungkinan kunjungan terakhirnya ke Tiongkok sebagai diplomat tertinggi Amerika hari Selasa.
Harian Global Times, corong Partai Komunis, mengatakan menjelang kunjungan Clinton bahwa dia sebaiknya memikirkan kerusakan yang mendalam yang telah diakibatkan masa jabatan 4-tahunnya sebagai menteri luar negeri terhadap hubungan Amerika-Tiongkok.
Tajuk tersebut menambahkan bahwa banyak rakyat Tiongkok tidak menyukai Clinton dan menuduhnya menimbulkan rasa saling tidak percaya yang mendalam antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu.
Satu lagi tajuk dalam harian The Global Times lebih menentang peranan Clinton dalam hubungan Amerika-Tiongkok. Suratkabar itu mengatakan usaha Clinton memajukan kebijakan pemerintahan Obama terhadap Asia telah mendatangkan suasana negatif dan kecurigaan dalam hubungan bilateral. Tetapi, tajuk tersebut meramalkan bahwa pengaruh Clinton akan sangat sedikit, dan bahwa hubungan tidak akan ditentukan oleh perbuatan buruk satu orang.
Clinton sedang dalam perlawatan 10 hari ke 6 negara Asia. Ini adalah perlawatannya yang ke-3 kali ke kawasan itu sejak Mei. Dia membantu pelaksanaan pergeseran fokus pemerintahan Obama ke Pasifik, yang ditafsirkan oleh banyak tokoh di Beijing bertujuan untuk membendung kebangkitan Tiongkok sebagai adi daya sedunia.
Kantor berita Xinhua menyatakan lagi keprihatinan tersebut hari Selasa dalam tajuknya, dan menuduh Amerika sebagai pengacau yang mengintip, duduk di belakang beberapa negara di kawasan itu dan mendalangi keadaan. Amerika telah membantah bahwa kebijakannya ditujukan terhadap Beijing, dan telah mengemukakan bahwa Amerika menyambut baik kebangkitan Tiongkok yang makmur.
Tetapi, itu belum meyakinkan Tiongkok, yang telah menjadi terlibat dalam serentetan sengketa wilayah yang semakin meruncing dengan beberapa sekutu Amerika di laut China Selatan dan perairan kawasan lain. Clinton telah berjanji akan menggunakan kunjungannya untuk mendorong Tiongkok supaya menyetujui satu aturan perilaku untuk mengelola sengketa itu dengan ke-10 negara anggota Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara.
Sementara itu, Menlu AS Hillary Clinton sedang menuju Beijing, di mana dia telah berjanji akan menyampaikan pesan yang kuat kepada para pemimpin Tiongkok mengenai masalah penyelesaian sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
Clinton menghendaki Tiongkok bekerjasama dengan Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) mengenai aturan perilaku untuk pengendalian sengketa, dengan harapan akan mencegah berlanjutnya ketegangan di kawasan yang kaya sumber-daya alam itu. Beijing, yang mengklaim hampir seluruh laut itu, telah menolak penanda-tanganan peraturan demikian. Sebaliknya, Tiongkok lebih menghendaki penyelesaian secara bilateral atau pembicaraan terpisah dengan masing-masing negara yang mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan, antara lain, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunai.
Sebelum berangkat dari Indonesia menuju Tiongkok hari Selasa, Clinton mengatakan negara-negara Asia Tenggara harus menunjukkan front yang bersatu dalam penanggulangan sengketa itu untuk benar-benar menenangkan perairan itu. Dia mengatakan demikian setelah bertemu di Jakarta dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan.
Harian Global Times, corong Partai Komunis, mengatakan menjelang kunjungan Clinton bahwa dia sebaiknya memikirkan kerusakan yang mendalam yang telah diakibatkan masa jabatan 4-tahunnya sebagai menteri luar negeri terhadap hubungan Amerika-Tiongkok.
Tajuk tersebut menambahkan bahwa banyak rakyat Tiongkok tidak menyukai Clinton dan menuduhnya menimbulkan rasa saling tidak percaya yang mendalam antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu.
Satu lagi tajuk dalam harian The Global Times lebih menentang peranan Clinton dalam hubungan Amerika-Tiongkok. Suratkabar itu mengatakan usaha Clinton memajukan kebijakan pemerintahan Obama terhadap Asia telah mendatangkan suasana negatif dan kecurigaan dalam hubungan bilateral. Tetapi, tajuk tersebut meramalkan bahwa pengaruh Clinton akan sangat sedikit, dan bahwa hubungan tidak akan ditentukan oleh perbuatan buruk satu orang.
Clinton sedang dalam perlawatan 10 hari ke 6 negara Asia. Ini adalah perlawatannya yang ke-3 kali ke kawasan itu sejak Mei. Dia membantu pelaksanaan pergeseran fokus pemerintahan Obama ke Pasifik, yang ditafsirkan oleh banyak tokoh di Beijing bertujuan untuk membendung kebangkitan Tiongkok sebagai adi daya sedunia.
Kantor berita Xinhua menyatakan lagi keprihatinan tersebut hari Selasa dalam tajuknya, dan menuduh Amerika sebagai pengacau yang mengintip, duduk di belakang beberapa negara di kawasan itu dan mendalangi keadaan. Amerika telah membantah bahwa kebijakannya ditujukan terhadap Beijing, dan telah mengemukakan bahwa Amerika menyambut baik kebangkitan Tiongkok yang makmur.
Tetapi, itu belum meyakinkan Tiongkok, yang telah menjadi terlibat dalam serentetan sengketa wilayah yang semakin meruncing dengan beberapa sekutu Amerika di laut China Selatan dan perairan kawasan lain. Clinton telah berjanji akan menggunakan kunjungannya untuk mendorong Tiongkok supaya menyetujui satu aturan perilaku untuk mengelola sengketa itu dengan ke-10 negara anggota Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara.
Sementara itu, Menlu AS Hillary Clinton sedang menuju Beijing, di mana dia telah berjanji akan menyampaikan pesan yang kuat kepada para pemimpin Tiongkok mengenai masalah penyelesaian sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
Clinton menghendaki Tiongkok bekerjasama dengan Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) mengenai aturan perilaku untuk pengendalian sengketa, dengan harapan akan mencegah berlanjutnya ketegangan di kawasan yang kaya sumber-daya alam itu. Beijing, yang mengklaim hampir seluruh laut itu, telah menolak penanda-tanganan peraturan demikian. Sebaliknya, Tiongkok lebih menghendaki penyelesaian secara bilateral atau pembicaraan terpisah dengan masing-masing negara yang mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan, antara lain, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunai.
Sebelum berangkat dari Indonesia menuju Tiongkok hari Selasa, Clinton mengatakan negara-negara Asia Tenggara harus menunjukkan front yang bersatu dalam penanggulangan sengketa itu untuk benar-benar menenangkan perairan itu. Dia mengatakan demikian setelah bertemu di Jakarta dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan.