Menteri Luar Negeri Retno Marsudi masih menyoroti kesenjangan vaksinasi COVID-19 di dunia antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang dan miskin. Ia menegaskan kesetaraan vaksin COVID-19 bagi semua negara merupakan bagian dari nilai-nilai demokrasi. Karena itu, dia mendorong kesetaraan akses terhadap vaksin COVID-19 untuk seluruh negara di dunia, mengingat pemulihan global hanya bisa dicapai ketika semua negara setara dalam memperoleh pasokan vaksin.
Dalam pidatonya saat membuka Forum Demokrasi Bali ke-14 di Bali, Kamis (9/12), Retno juga menuturkan bahwa semua negara harus menciptakan kesetaraan untuk memastikan pemulihan yang lancar dari pandemi COVID-19. Dalam demokrasi, kesetaraan adalah mengenai keadilan, yakni kondisi dan peluang yang sama untuk semua orang.
Dia menambahkan kesetaraan dalam konteks pandemi COVID-19, artinya memberikan kepada semua orang peluang yang sama untuk menang dalam penanganan COVID-19.
Dengan 28 jenis vaksin yang disetujui untuk digunakan, dunia sekarang sudah memiliki senjata yang aman dan efektif untuk mengakhiri pandemi COVID-19 dan mempercepat pemulihan global.
“Tapi harapan kita untuk pemulihan yang mulus dan berkelanjutan akan bergantung pada kemampuan kita untuk menjamin kesetaraan akses bagi semua negara. Sayangnya, saat ini kesenjangan vaksinasi global masih tetap lebar," kata Retno.
Retno menjelaskan lebih dari 8,2 miliar dosis vaksin COVID-19 yang telah dipakai di seluruh dunia, sebanyak 64,94 persen penduduk di negara-negara berpendapatan per kapita tinggi sudah menerima suntikan dosis pertama.
Your browser doesn’t support HTML5
Sedangkan di negara-negara berpendapatan rendah, baru 8,06 persen rakyatnya menerima suntikan dosis perdana vaksin COVID-19.
Karena itu, Retno mendorong distribusi vaksin yang lebih adil terutama ke negara-negara yang sebagian besar penduduknya belum divaksinasi COVID-19.
Di Indonesia, pemerintah menjamin kesetaraan akses atas vaksin COVID-19. Sampai sekarang, sekitar 142 juta warga Indonesia telah divaksinasi.
Retno menjelaskan pandemi COVID-19 hadir di waktu perkembangan demokrasi berjalan buruk. Menurut laporan yang dilansir Freedom House tahun ini, kebebasan global melorot dalam 15 tahun belakangan, 2006-2020. Hampir 75 persen penduduk dunia tahun lalu hidup di negara-negara yang mengalami kemunduran demokrasi.
Pandemi COVID-19 makin memperburuk kemunduran demokrasi bahkan hal itu terjadi di negara yang sudah mapan sistem demokrasinya.
BACA JUGA: WHO: Eropa Pusat Pandemi Meskipun Persediaan Vaksin BanyakLaporan yang dirilis the International Institute for Democracy and Electoral Assistance tahun 2021 menunjukkan sejumlah negara mampu menampilkan pelaksanaan demokrasi yang cemerlang dan sebagian lainnya berjuang keras untuk mempertahankan demokrasi selama pandemi COVID-19. Laporan tersebut menegaskan beberapa negara demokratis paling baik dalam penanganan pandemi COVID-19.
Menurut Retno, jajak pendapat yang dilakukan Indeks Persepsi Demokrasi tahun ini memperlihatkan makin banyak warga dunia menginginkan demokrasi. Karena itu, Forum Demokrasi Bali merupakan peluang kita untuk membahas bagaimana demokrasi dapat meningkatkan kualitas pemulihan dan memastikan tidak ada satu pun negara tertinggal dalam proses pemulihan serta memperkuat lingkungan internasional yang mampu mewujudkan pemulihan berkelanjutan.
Retno mengatakan dunia secara perlahan mulai kembali normal. Perekonomian global menunjukkan tana-tanda kemajuan dan diproyeksikan tumbuh 5,9 persen tahun ini. Di beberapa negara, pembatasan untuk mencegah penularan virus COVID-19 dilonggarkan namun di sebagian negara lainnya diperketat lagi untuk mencegah penyebaran Omicron, varian baru virus COVID-19.
Dunia juga menyaksikan perubahan cara pandang dari bertahan menjadi pemulihan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam sambutannya secara virtual juga menyinggung kesetaraan akses terhadap vaksin COVID-19. Ia menambahkan Forum Demokrasi Bali tahun ini merefleksikan kebenaran yang penting yakni pemulihan bagi semua bergantung pada kesetaraan untuk semua.
Guteres menjelaskan pandemi COVID-19 telah mengakibatkan puluhan juta orang menjadi miskin, kesulitan terhadap layanan kesehatan. Alhasil, keadaan tersebut menyebabkan kesenjangan dalam proses pemulihan dunia dari pandemi COVID-19.
Ia menyebutkan negara-negara kaya dengan cepat bisa melakukan vaksinasi secara nasional dan berinvestasi untuk pemulihan. Sedangkan negara-negara berkembang dan miskin ketinggalan serta sangat kekurangan pasokan vaksin COVID-19 dan terjebak utang.
BACA JUGA: Negara-Negara G-20 Hadapi Ketimpangan VaksinKarena itu, dia menekankan masyarakat global perlu bersama-sama sehingga semua negara bisa mendukung rakyatnya dengan meringankan beban utang luar negeri negara-negara yang membutuhkan, memastikan semua orang di semua negara memperoleh vaksinasi dan berinvestasi untuk layanan kesehatan universal, jaminan sosial, pendidikan dan kesempatan bagi semua orang.
"Kesetaraan bukan sekadar darah kehidupan bagi demokrasi tapi sekaligus mesin untuk pemulihan. Berbagai gagasan dan solusi yang akan dibahas dalam forum ini akan mendorong kita untuk mencapai tujuan bersama yakni dunia yang lebih setara," ujar Guterres. [fw/ah]