Berusaha mencoba untuk menutup kekhawatiran tentang ekonomi China, Menteri Keuangan mengatakan pada hari Senin (7/3), Beijing dapat mengatasi beban hutangnya yang meningkat begitu peningkatan pembelanjaannya yang defisit untuk mencegah merosotnya pertumbuhan.
Target defisit sebesar tiga persen dari produk domestik bruto diumumkan pada hari Sabtu, meningkat dari target tahun sebelumnya sebesar 2,3 persen, sejalan dengan reformasi jangka panjang Partai Komunis yang berkuasa, ujar Lou Jiwei. Ia berbicara di konferensi media selama rapat tahunan badan legislatif China.
Para pemimpin China, yang sudah lama dipandang sebagai para manajer terampil, tergopoh-gopoh berusaha meyakinkan perusahaan-perusahaan dan para investor, ekonomi kedua terbesar di dunia sudah berada pada jalurnya setelah ada kekalutan di pasar modal dan mata uang.
Pertumbuhan terus menerus menurun sementara partai berkuasa berusaha untuk mengarahkan China kepada pertumbuhan ekonomi yang mandiri berdasarkan pembelanjaan konsumen domestik ketimbang mengandalkan perdagangan dan penanaman modal. Namun perlambatan tajam yang diluar perkiraan pada waktu dua tahun terakhir ini memantik kekhawatiran akan hilangnya banyak lapangan kerja yang berisiko secara politis dan mendorong Beijing untuk segera meluncurkan tindakan-tindakan stimulus mini.
“Kami meningkatkan rasio hutang-ke-PDB untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan kecepatan sedang hingga tinggi,” ujar Lou. “Mengapa kita melakukan hal itu? Karena kami tidak ingin melihat penurunan pertumbuhan ekonomi dank arena kami ingin memberi dukungan kuat kepada reformasi structural.”
Kepemimpinan China telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini, juga mengumumkan pada hari Sabtu pada pembukaan sidang parlemen, pada kisaran antara 6,5 hingga 7 persen dibandingkan tahun lalu yang “mendekati 7 persen.” Pertumbuhan tahun lalu merosot ke 6,9 persen, terendah dalam masa 25 tahun, meskipun tingkat pertumbuhan itu masih termasuk yang tertinggi di dunia.
Pada hari Minggu, ketua badan perencanaan Kabinet mengatakan tidak ada bahaya kemerosotan tajam pertumbuhan ekonomi yang mengkhawatirkan.
Lou, sang Menteri Keuangan, mengakui secara keseluruhan beban hutang China telah meningkat, sebagian karena pengeluaran stimulus sebagai respon terhadap krisis global 2008. Namun ia mengatakan pemerintah masih mampu untuk membiayai defisit ekonominya.
Hutang Pemerintah pada tingkat 11 trilyun yuan ($ 1,7 trilyun) atau setara dengan 40 persen dari PBD tidak tergolong “terlalu tinggi,” ujar Lou. Perbandingannya adalah dengan Jepang yang mencapai 230 persen dari GDP nya, dimana negara tersebut berjuang untuk memulihkan keseimbangan oleh karena penduduk usia tua yang meningkat cepat, yang mendorong biaya kesehatan dan perawatan lansia menjadi lebih tinggi.
“Masih ada ruang bagi pemerintah pusat untuk terus mengeluarkan surat hutang,” ujarnya.
Loui mengatakan Beijing perlu berbuat lebih banyak lagi untuk mengendalikan hutang-hutang yang dibuat oleh pemerintah daerah. Akumulasi hutang yang sedemikian cepat telah menimbulkan keprihatinan tentang kemungkinan kegagalan untuk membayar hutang yang berdampak pada sistem perbankan milik negara.
Minggu lalau, Moody’s Investors Service menurunkan posisi tingkat kredit pemerintah China dari stabil ke negative, dengan mengutip hutang yang meningkat, mengalirnya modal ke luar negeri dan “ketidakpastian tentang kapasitas otoritas untuk mengimplementasikan reformasi.”
Deputi menteri keuangan China menimpali bahwa pendapat Moody keliru dan pendapatnya kurang berpandangan jauh ke depan sebagaimana dilaporkan hari Jumat oleh kantor berita pemerintah Xinhua. [ww]