Lebih dari 1,5 juta jemaah haji akan melakukan wukuf di padang Arafah, di tengah suhu ekstrem pada Sabtu (15/6). Ibadah tersebut merupakan puncak dan inti dari rangkaian ibadah haji.
Di Arafah, jemaah dari seluruh dunia akan mendaki bukit berbatu setinggi 70 meter, sekitar 20 kilometer dari Makkah, tempat Nabi Muhammad diyakini memberikan khutbah terakhirnya.
Suhu di Arafah diprediksi akan mencapai 43 derajat Celcius, yang akan menjadi tantangan utama bagi lansia dalam melaksanakan salat dan membaca Al-Quran.
Ibadah haji, yang berlangsung selama setidaknya lima hari dan sebagian besar dilakukan di luar ruangan, 'tidak mudah karena cuacanya sangat panas,' kata Abraman Hawa, 26 tahun, dari Ghana.
"Kami memiliki matahari ... tetapi tidak terlalu terik. Tetapi saya akan berdoa kepada Allah di Arafah karena saya membutuhkan bantuan-Nya," katanya.
Pemerintah Saudi mengimbau para jemaah untuk minum banyak air dan melindungi diri dari sinar matahari. Karena larangan bagi laki-laki untuk memakai topi, banyak dari mereka membawa payung sebagai pengganti.
Lebih dari 10.000 penyakit terkait panas tercatat tahun lalu, di mana 10 persennya adalah serangan panas, kata seorang pejabat Saudi kepada AFP minggu ini.
Menurut penelitian di Saudi, ibadah haji, yang merupakan salah satu pertemuan keagamaan terbesar di dunia, semakin terpengaruh oleh perubahan iklim. Penelitian tersebut mencatat bahwa suhu regional meningkat sekitar 0,4 derajat Celsius setiap dekade.
BACA JUGA: Di Tengah Panas Terik di Makkah, Umat Islam Mulai Ibadah HajiSetelah Arafat, para jemaah akan menuju ke Muzdalifah untuk mengumpulkan kerikil yang akan digunakan untuk rangkaian "melempar jumrah" di Mina pada Minggu. Melempar jumrah merupakan simbol permusuhan manusia dengan setan.
Kerajaan Arab Saudi menerima lebih dari 1,8 juta jamaah haji tahun lalu, sekitar 90 persen di antaranya berasal dari luar negeri.
Saudi juga membuka diri bagi 13,5 juta umat Islam yang datang untuk menunaikan umrah, yang ditargetkan akan mencapai 30 juta pada 2030.
Ibadah pada haji tahun ini berlangsung di bawah bayang-bayang perang Gaza, setelah delapan bulan pertumpahan darah yang merupakan luka terbuka bagi banyak orang di dunia Muslim. [ah/ft]