Otorita yang memantau media di Mesir hari Minggu (22/9) mengingatkan media bahwa pihaknya memantau liputan guna memastikan bahwa mereka mematuhi “kode etik profesional” di tengah munculnya unjuk rasa, yang jarang terjadi, terhadap Presiden Abdel-Fattah el-Sissi. Peringatan itu disampaikan beberapa jam setelah pembubaran demonstrasi kecil oleh polisi dengan menggunakan gas air mata.
Associated Press melaporkan puluhan orang, termasuk anak-anak, Sabtu malam (21/9) berunjuk rasa di kota pelabuhan Suez, menuntut mundurnya el-Sissi.
“Polisi mengejar orang-orang yang berdemonstrasi.. ada banyak gas air mata,” kata seorang warga kepada Associated Press. Mereka bicara tanpa menyebutkan nama karena khawatir akan terjadinya pembalasan.
Unjuk rasa itu terjadi setelah demonstrasi anti-pemerintah, yang jarang terjadi, di beberapa kota di Mesir, Jumat malam (20/9). Para pengunjuk rasa dengan cepat dibubarkan polisi. Tetapi hal ini menandai adanya unjuk rasa jalanan, yang selama beberapa tahun terakhir telah dibungkam oleh tindakan kejam pemerintahan el-Sissi.
Pemerintah Mesir melarang seluruh bentuk demonstrasi publik pada tahun 2013, tak lama setelah el-Sissi memimpin penggulingan presiden terpilih Mohammed Morsi. Sejak saat itu siapa pun yang berani turun ke jalan akan segera ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara puluhan tahun.
Dalam pernyataan yang dirilis hari Minggu, Layanan Informasi Pemerintah SIS – yang mengeluarkan akreditasi bagi perwakilan media asing di Mesir – mengatakan pihaknya “memantau dengan hati-hati” liputan tentang unjuk rasa tersebut. SIS menyerukan kepada wartawan untuk “mematuhi kode etik profesional” dan menyediakan ruang bagi pandangan yang berbeda, termasuk dari pemerintah. SIS telah mengeluarkan pernyataan serupa dalam beberapa peristiwa sensitif di masa lalu. (em/ii)