Seorang miliarder sekaligus tokoh oposisi Thailand berjanji untuk terus memperjuangkan reformasi, meskipun menghadapi gugatan mencemarkan nama baik kerajaan.
Thanathorn Juangroongruangkit, pendiri Partai Masa Depan Maju yang sekarang sudah bubar, menghadapi gugatan hukum atas video yang diunggahnya di internet Senin lalu, yang mengkritik strategi vaksin pemerintah.
"Waktu dan sumber daya yang digunakan untuk menangani kasus hukum ini sangat besar. Saya pikir itu salah satu taktik yang mereka gunakan untuk melawan kami ... Mereka ingin kami kehilangan fokus," kata Thanathorn kepada wartawan di Bangkok, Kamis (21/1).
"Tapi tidak, saya menolak untuk menyerah. Mereka tidak akan berhasil."
Menggambarkan gugatan itu "bermotivasi politik", ia menyatakan tidak pernah melanggar hukum di Thailand dalam 40 tahun terakhir sebelum ia memasuki politik. Tetapi, setelah dua tahun terjun di bidang politik, ia menghadapi kasus yang tak terhitung jumlahnya.
Dalam video yang diposkannya, Thanathorn mempertanyakan apakah kampanye vaksinasi Thailand terlalu bergantung pada Siam BioScience, yang dimiliki oleh Biro Properti Kerajaan, sebuah badan yang mengelola kekayaan keluarga kerajaan yang bernilai miliaran dolar.
BACA JUGA: Mantan Politisi Populer Thailand Didakwa Cemarkan KerajaanThailand telah memesan 61 juta dosis vaksin AstraZeneca, dan Siam BioScience berencana memproduksi 200 juta dosis vaksin itu setiap tahun untuk kerajaan dan wilayah sekitarnya.
Video itu memancing kemarahan Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital Thailand, yang kemudian mengajukan gugatan pencemaran nama baik kerajaan terhadap Thanathorn.
"Apa yang dikatakan Thanathorn bukanlah kebenaran; faktanya telah didistorsi," kata perwakilan kementerian itu, Tossapol Pengsom.
Ditujukan untuk melindungi keluarga kerajaan dari pencemaran nama baik, penghinaan atau ancaman, Pasal 112 Undang-undang Pidana atau lese majeste dapat menghukum pelanggarnya hingga 15 tahun penjara per dakwaan. Pada awal pekan ini seorang mantan pegawai negeri dijatuhi hukuman lebih dari 43 tahun karena menyebarkan klip audio yang dianggap mencemarkan nama baik kerajaan. [ab/uh]