Meski Kecaman Berlanjut, Pengeluaran Militer Myanmar Terus Membengkak

Kendaraan lapis baja militer Myanmar dalam parade memperingati HUT ke-72 Angkatan Bersenjata Myanmar di Naypyitaw, 27 Maret 2017. (Foto: dok).

Sebuah kesepakatan yang dibuat Myanmar untuk membeli jet-jet tempur Rusia mengundang banyak kecaman. Banyak pihak menilai, negara itu menghabiskan terlalu banyak dana di bidang militer namun tidak di bidang pendidikan dan bidang-bidang lain yang lebih penting.

Tanggal 22 Januari lalu, kantor berita Rusia, TASS, melaporkan Myanmar berencana membeli enam jet tempur Su-30 dari Rusia, sebuah kesepakatan yang menurut media-media di Myanmar bernilai sekitar 200 juta dolar.

Menurut Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Letnan Jenderal Alexander Fomin, kesepakatan itu dicapai saat kunjungan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu ke Myanmar bulan lalu. Fomin mengatakan, jet-jet itu akan menjadi armada tempur utama pasukan udara Myanmar dalam melindungi integritas wilayah negara itu dan menangkal ancaman teror.

Fomin menambahkan, sekitar 600 personil militer Myanmar saat ini sedang belajar di lembaga-lembaga pendidikan tinggi militer Rusia.

Pihak berwenang di Myanmar belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana militer itu.

Tanggal 25 Januari lalu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Heather Nauert, mengecam langkah ini. Ia mengatakan, kesepakatan itu merupakan bagian dari usaha berlanjut Rusia untuk mempersenjatai militer yang melakukan pelanggaran HAM. Pernyataan Nauert ini merujuk pada aksi penumpasan militer Myanmar terhadap kelompok minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine. [ab/uh]