Di tempat penampungan yang baru dibangun di Juarez, Meksiko, untuk mengatasi krisis imigrasi, sebagian migran ingin menunggu kabar lebih lanjut. Sebagian lain memutuskan untuk menyeberang secara ilegal ke Amerika.
Elias Rodríguez, direktur umum HOPE, lembaga nirlaba yang membantu migran, memperingatkan keputusan itu akan membuat lebih banyak migran mencari alternatif untuk masuk ke Amerika.
"Saya percaya bahwa sejumlah besar orang yang datang sekarang akan mencoba menyeberang secara ilegal melalui berbagai titik."
Ángeles Colmenares, 23, dari Venezuela, mengatakan bahwa dia akan menunggu kabar lebih lanjut. “Tetapi jika tidak ada, saatnya menyeberang secara ilegal," tukasnya.
BACA JUGA: Di Tengah Cuaca Sangat Dingin, Ratusan Keluarga Migran “Dikirim” ke Dekat Kediaman Wapres ASSedangkan bagi Norky Jamar, 34, juga warga negara Venezuela, keputusan itu sangat memprihatinkan. “Kabar yang kami terima ini, memupus harapan kami. Tetapi, kami selalu percaya pada Tuhan.”
Mahkamah Agung Selasa memutuskan tetap memberlakukan kebijakan besar era Trump tersebut. Berdasarkan perintah hakim, kebijakan itu dijadwalkan berakhir pada 21 Desember.
Kasus ini akan diperdebatkan pada Februari. Sampai para hakim membuat keputusan, penangguhan yang diterapkan pekan lalu oleh Ketua Mahkamah Agung John Roberts, akan tetap berlaku.
Batasan diterapkan semasa presiden kala itu, Donald Trump, pada awal pandemi. Berpegang pada pembatasan itu, para pejabat telah mengusir pencari suaka di dalam Amerika Serikat 2,5 juta kali dan menolak sebagian besar orang yang meminta suaka di perbatasan dengan alasan mencegah penyebaran COVID-19.
Pembatasan itu kerap disebut Title 42, mengacu pada undang-undang kesehatan masyarakat tahun 1944.
BACA JUGA: Mahkamah Agung AS Tetap Berlakukan Kebijakan “Title 42”Pendukung imigrasi menuntut dicabutnya penerapan Title 42. Mereka menilai kebijakan itu bertentangan dengan kewajiban Amerika dan internasional terhadap orang-orang yang melarikan diri ke Amerika untuk menghindari penganiayaan. Mereka juga berpendapat bahwa kebijakan tersebut sudah usang karena penanggulangan penularan virus corona membaik.
Seorang hakim federal memihak mereka pada November. Ia menetapkan tenggat 21 Desember untuk mencabut kebijakan itu.
Negara-negara bagian yang cenderung konservatif mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Mereka memperingatkan bahwa peningkatan migrasi akan berdampak buruk pada layanan umum dan menyebabkan "malapetaka yang belum pernah terjadi" yang menurut mereka tidak akan ditangani oleh pemerintah federal.
Your browser doesn’t support HTML5
Pemerintah federal meminta Mahkamah Agung menolak upaya negara bagian-negara bagian itu. Namun, mereka juga mengakui bahwa mencabut pembatasan itu secara mendadak kemungkinan besar akan menyebabkan "gangguan dan untuk sementara akan meningkatkan penyeberangan perbatasan yang ilegal."
Keputusan Mahkamah Agung itu keluar sementara ribuan migran memadati sisi perbatasan Meksiko dan memenuhi tempat-tempat penampungan. Para pendukung migrasi yang khawatir bergegas mencari cara untuk membantu mereka. [ka/ab]