Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melaporkan 70 persen lebih pekerja di seluruh dunia atau 2,4 miliar lebih pekerja dari jumlah tenaga kerja global sebanyak 3,4 miliar, terpapar panas yang berlebihan dan bahaya kesehatan terkait perubahan iklim lainnya.
Laporan ILO baru yang dikeluarkan Senin (24/4) memperingatkan keselamatan kerja dan perlindungan kesehatan yang ada, dan kesulitan untuk mengimbangi risikonya. Laporan itumenyerukan kepada pemerintah-pemerintah di dunia agar memberlakukan kebijakan untuk melindungi pekerja dari "campuran" bahaya kesehatan yang serius karena perubahan iklim.
“Pekerja sering dilupakan ketika kita berbicara tentang perubahan iklim dan dampak kesehatan yang sangat parah mulai dari kematian hingga jutaan orang sakit karena bahaya yang diperburuk oleh perubahan iklim, di samping jutaan yang juga menderita penyakit kronis,” kata Manal Azzi, Spesialis Senior ILO tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dia mengatakan kepada wartawan di Jenewa bahwa banyak kondisi kesehatan berbahaya pada pekerja dikaitkan dengan perubahan iklim, termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, gagal ginjal, dan kondisi kesehatan mental “seperti depresi, kecemasan, dan masalah lain yang terkait dengan paparan yang mereka hadapi."
Your browser doesn’t support HTML5
Laporan ini berfokus pada beberapa bahaya berdasarkan keparahan dan prevalensinya secara global dan lintas daerah. Laporan ini mengevaluasi dampak pada pekerja dari bahaya yang dipicu iklim seperti panas yang berlebihan, radiasi sinar matahari, polusi udara dan peristiwa cuaca ekstrem, termasuk banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan.
"Antara tahun 2000 dan 2020, ada peningkatan 34,7 persen dalam jumlah pekerja yang terpapar panas berlebihan," kata Azzi. “Ini berdampak merugikan pada kesehatan pekerja, belum lagi pada sistem kesehatan secara keseluruhan.”
Dia mencatat bahwa 22 juta pekerja menderita penyakit dan cedera terkait paparan panas berlebihan dan 26 juta orang hidup dengan penyakit kronis yang disebabkan oleh lamanya terpapar panas yang berlebihan.
"Hampir 20.000 pekerja meninggal setiap tahun karena cedera di tempat kerja terkait dengan kenaikan suhu dan ... lebih dari dua juta mengalami disabilitas akibat panas," kata Azizi. Ia mengatakan jumlah kematian yang dilaporkan mungkin di bawah angka sesungguhnya.
Menurut laporan itu, 1,6 miliar pekerja terpapar radiasi sinar matahari, dengan hampir 19.000 kematian tahunan terkait pekerjaan akibat kanker kulit nonmelanoma. Laporan itu juga mengatakan 1,6 miliar pekerja juga terpapar polusi udara di tempat kerja, menyebabkan hingga 860.000 kematian terkait pekerjaan di antara pekerja luar ruangan setiap tahun.
Laporan ini menemukan lebih dari 870 juta pekerja pertanian “cenderung terpapar pestisida, dengan lebih dari 300.000 kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida setiap tahun.”
Data baru menunjukkan bahwa 15.000 orang meninggal setiap tahun karena paparan penyakit parasit dan vektor yang ditularkan ke tempat kerja.
"Ini termasuk banyak penyakit seperti demam berdarah, rabies, dan berbagai penyakit yang meningkat di daerah di mana kita tidak pernah melihatnya sebelumnya," kata Azzi.
“Malaria meningkat, dan terjadi di negara -negara di mana belum pernah terjadi sebelumnya karena meningkatnya suhu, kelembaban, variasi dalam pola curah hujan dan hal itu berdampak pada prevalensi penyakit yang kita hadapi ini,” katanya.
ILO mengatakan undang -undang dan peraturan mengenai pekerjaan, keselamatan, dan kesehatan (Occupation, Safety and Health/OSH) harus diperbarui untuk mempertimbangkan meningkatnya bahaya kesehatan yang terkait dengan perubahan iklim. Sementara itu, para pejabat ILO mengatakan banyak tindakan yang masuk akal seharusnya bisa dan harus diambil untuk melindungi kesejahteraan dan kehidupan pekerja.
"Jelas, langkah -langkah kunci dan dasar - ini bukan ilmu rumit untuk tempat kerja dan terutama untuk panas yaitu hidrasi dan terkait suhu, membatasi waktu kerja dan mengambil istirahat yang lama," kata Azzi.
“Ada negara -negara yang bersuhu tingkat tinggi yang yang pekerjanya sudah berhenti bekerja antara pukul 10:00 pagi dan 3:00 sore pada hari kerja tertentu. Kita memiliki langkah-langkah, misalnya, untuk membatasi pestisida dan kita tahu bahwa dampak pestisida terakumulasi ketika disemprotkan pada saat-saat terpanas pada hari itu. Maka mereka membatasimua dengan melakukan penyemprotan ke malam yang dingin atau dini hari,” katanya.
Balint Nafradi, pejabat teknis ILO tentang OSH mengatakan data menemukan wilayah-wilayah yang menjadi perhatian terbesar yang menjadi daerah baru di mana panas sebelumnya tidak pernah menjadi masalah besar tetapi kemudian menjadi masalah karena perubahan iklim.
“Ketika menyangkut panas, yaitu di Eropa utara dan Eropa tengah. Ketika menyangkut gelombang panas, di Amerika Selatan, dan untuk radiasi sinar matahari, itu sebagian besar terjadi di Australia dan Afrika,” katanya.
Kepala Divisi OSH ILO, Manal Azzi mengatakan, “Pesan utama yang ingin kita sampaikan sekarang adalah bahaya-bahaya ini semuanya saling terkait, jadi kita tidak bisa berurusan dengan salah satu bahaya dan melupakan yang lainnya. Kita perlu memiliki alat yang tepat untuk mengkaji dan mengukur apa solusi terbaik untuk tempat yang berbeda.”
Dia mengamati bahwa perundingan bersama sangat penting dalam memastikan hak -hak pekerja dalam menghadapi, mencegah, dan melindungi mereka dari bahaya-bahaya di tempat kerja di masa lalu.
"Tapi kita sekarang harus bergerak dan meningkatkannya secara global karena paparan dan skala dampak (bahaya terkait iklim) sepenuhnya baru. [my/lt]