Militer Amerika Serikat terbuka bagi konsultasi mengenai pengawalan kapal-kapal Filipina di Laut China Selatan yang disengketakan, kata panglima Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat, Selasa (27/8), di tengah meningkatnya permusuhan antara Beijing dan Manila di perairan sengketa itu.
Pernyataan itu dikemukakan Laksamana Samuel Paparo sebagai tanggapannya atas pertanyaan dalam konferensi pers di Manila dengan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr. Ini memberi sekilas gambaran pola pikir salah satu komandan militer tertinggi Amerika di luar daratan Amerika Serikat mengenai prospek operasi yang akan berisiko menempatkan kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat dalam benturan langsung dengan kapal-kapal Angkatan Laut China.
Kapal-kapal penjaga pantai, angkatan laut dan yang diduga milik milisi China kerap bentrok dengan kapal-kapal Filipina yang sedang berupaya memasok logistik untuk para pelaut Filipina yang ditempatkan di beberapa bagian Laut China Selatan yang diklaim oleh kedua negara.
Sementara bentrokan ini semakin keras, yang menyebabkan terlukanya para pelaut Filipina dan rusaknya kapal mereka, pemerintah Filipina menghadapi pertanyaan mengenai penerapan pakta aliansi dengan Washington.
Paparo dan Brawner berbicara kepada wartawan seusai konferensi militer internasional di Manila yang diselenggarakan oleh Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat. Dalam acara itu, tindakan China yang semakin agresif di Laut China Selatan menjadi sorotan. Para pejabat militer dan pertahanan serta diplomat dari Amerika Serikat dan negara-negara sekutu hadir tetapi tidak ada perwakilan dari China dalam konferensi itu.
Ketika ditanya apakah militer Amerika Serikat akan mempertimbangkan pengawalan bagi kapal-kapal Filipina yang mengirimkan bahan makanan dan pasokan lainnya untuk pasukan Filipina di Laut China Selatan, Paparo menjawab, “Tentu saja, dalam konteks konsultasi.”
“Setiap opsi antara kedua negara berdaulat dalam hal pertahanan bersama kami, pengawalan sebuah kapal ke kapal lainnya, merupakan opsi yang seluruhnya masuk akal di dalam Perjanjian Pertahanan Bersama kami, di antara aliansi dekat kedua negara kami,” kata Paparo tanpa merincinya.
Brawner menanggapi dengan hati-hati pernyataan itu, yang dapat bertabrakan dengan UU Filipina, di antaranya larangan konstitusional bagi pasukan asing untuk bergabung langsung dalam operasi tempur lokal.
"Sikap Angkatan Bersenjata Filipina, sebagaimana yang ditetapkan oleh UU Filipina, adalah kami harus lebih dulu mengandalkan kekuatan kami sendiri,” kata Brawner. “Kami akan mencoba seluruh opsi, semua jalur yang tersedia bagi kami agar kami dapat mencapai misi ... dalam hal ini, pengiriman pasokan dan rotasi pasukan kami.”
"Setelah itu kami akan mencoba opsi lain jika kami menghadapi keterbatasan dalam melakukannya sendiri,” kata Brawner.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada situasi yang akan menjamin penerapan perjanjian, yang mengharuskan sekutu untuk saling membantu jika mereka menghadapi serangan eksternal.
Presiden Joe Biden dan pemerintahannya telah berulang kali memperbarui komitmen “kuat” mereka untuk membantu membela Filipina berdasarkan perjanjian 1951 jika pasukan, kapal-kapal dan pesawat Filipina menghadapi serangan bersenjata, termasuk di Laut China Selatan. [uh/ka]