Minim Informasi Karantina, Diaspora Indonesia Cemas Pulang Ke Tanah Air

  • Made Yoni

Diaspora Indonesia yang mendarat di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, harus melewati enam prosedur pemeriksaan terkait aturan COVID-19 (foto: ilustrasi).

Pemerintah Indonesia, awal Februari lalu telah memperpanjang peraturan karantina bagi kedatangan penumpang penerbangan internasional di tempat yang ditentukan pemerintah selama lima hari.

Sejak pembatasan terkait pandemi untuk penerbangan internasional ini diberlakukan banyak WNI dan diaspora Indonesia di Amerika merasakan beragam pengalaman di tanah air.

“Ada lima lah ya, di pesawat, di bangsal, ibu dokter di imigrasi, di tentara. Terus saya bilang sama tentaranya, sesudah mengambil kopor, waduh banyak juga ya pemeriksaannya, kayanya ini yang terakhir. Tentaranya bilang belom pak masih ada satu lagi,” ujar Bona kepada VOA.

Itulah enam prosedur pemeriksaan yang dialami Bona Pintubatu ketika pertama kali pulang ke tanah air pada bulan September dan November 2020 sebelum pemberlakuan karantina wajib untuk mencegah perebakan varian baru COVID-19 pada 28 Desember 2020.

Seperti penumpang WNI lainnya Bona diwajibkan membawa surat keterangan bebas COVID-19 demikian pula saat kembali pulanga bulan Januari 2021 ketika peraturan baru mulai berlaku.

“Kita digiring, jadi prosedurnya semua sama, sampai mengambil kopor, nanti ada pembatas polisi, kita harus melewati antrean, kita dipanggil 20-20, sepertinya sesuai bis datang. Tapi saya perhatikan orang banyak yang terobos-terobos juga terutama bule atau orang yang “dijemput”. Jadi saya kesal juga ngantrinya ada setengah – satu jam, begitu giliran kita masuk, saya lihat seperti tidak jelas, tidak jelas,” imbuhnya.

BACA JUGA: Menlu: Pandemi Bisa Lebih Lama Jika Produsen Vaksin Batasi Ekspor

Sementara, Datrini Djangkuak, diaspora Indonesia lainnya, pulang ke tanah air ketika aturan baru diberlakukan ia merasa sedikit lega karena ketika peraturan karantina wajib, pertama kali digulirkan, pemerintah yang menanggung semua biaya untuk WNI.

“Swabnya dua kali, jadi pas datang kemudian pas mau keluar karantina. Tiga hari kemudian di swab lagi. Karantina ditanggung semua terus hotel makan tiga kali sehari, sampai laundry, semuanya ditanggung. Kecuali yang sudah pesan hotel sendiri atau orang asing itu tidak ditanggung,” tuturnya.

Petugas mengambil tes swab kepada salah seorang penumpang yang akan bepergian di Jakarta (foto: ilustrasi).

Setelah tahap perpanjangan, pemerintah kini hanya menanggung biaya karantina bagi WNI Pekerja Migran Indonesia dan pelajar, sedangkan WNI lainnya harus menanggung sendiri biaya karantina di hotel dan uji medis Covid-19 yang dikenal sebagai tes PCR.

Desy Apriliani berangkat dari California, dengan tujuan akhir Bali. Tahap pertama pemberlakuan karantina mewajibkannya menjalani karantina di Jakarta, dan harus menerima pembatalan penerbangannya tanpa ganti rugi dari perusahaan penerbangan. “Itu bagian di mana sebagai seorang pelaku perjalanan, tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi, siapa yang mau disalahkan juga sebenarnya, sulit untuk diprediksi. Tapi kalau bisa diperbaiki, kalau saja saya tahu bahwa kewajibannya memastikan kita harus demikian, tiket bisa saja saya batalkan yang Jakarta-Bali.”

Keterbatasan dan kesimpang siuran informasi membuat Desy pada bulan Januari akhirnya memutuskan karantina wajib mandiri di hotel yang dipilihnya sendiri di Jakarta, dengan biaya tambahan enam hingga tujuh juta rupiah. Ia menyayangkan karantina yang harus dilaksanakan di Jakarta.

“Berapakah kontribusi orang yang pulang dan positif menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia, kalau tidak signifikan kenapa harus karantina lima hari, di Jakarta lagi. Saya paham ada kucuran dampak ekonomi, karena jelas-jelas membantu ekonomi, tapi kalau bicara Bali juga punya bandara internasional, lebih dari memadai untuk memfasilitasi karantina selama lima hari,” tambah Desy.

Your browser doesn’t support HTML5

Minim Informasi Karantina, Diaspora Indonesia Cemas Pulang Ke Tanah Air


Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021 tertanggal 9 Februari 2021 tidak menyebutkan bandara internasional yang ditunjuk, namun dalam situs kementerian luar negeri, penjelasan tanya jawab mengenai surat edaran terbaru tersebut menyebut delapan bandara di Indonesia yang menerima perjalanan dari luar negeri, termasuk bandara Juanda dan Ngurah Rai di Bali.

Terlepas dari peraturan karantina wajib dan meskipun sebagian diaspora mengatakan siap mengikuti peraturan apapun, mereka umumnya ingin menghindari perjalanan internasional selama pandemi. [my/em]