Indonesia dan delapan negara anggota ASEAN menyerukan agar embargo senjata terhadap Myanmar dihapus dari draf resolusi yang tengah dirancang oleh sejumlah negara yang disebut kelompok inti di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Indonesia bersama Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, telah menyurati Liechtenstein, penyusun draf resolusi yang meminta PBB menerapkan embargo terhadap Myanmar.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA, Senin (31/5), mengatakan sejak awal posisi Indonesia dalam isu krisis politik di Myanmar sangat jelas, yaitu menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat, serta mendorong kembalinya kehidupan demokrasi di Myanmar.
Faizasyah menekankan ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara bertanggungjawab untuk membantu menyelesaikan krisis politik di Myanmar yang terjadi sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu. Karena itulah, para pemimpin ASEAN mengadakan pertemuan di Jakarta pada April lalu untuk membahas isu Myanmar.
Faizasyah menambahkan rancangan resolusi Majelis Umum PBB itu mengenai situasi di Myanmar masih dalam pembahasan, dan menolak mengomentari apakah akan berdampak terhadap penyelesaian krisis politik di Myanmar jika resolusi itu disetujui.
"Saya tidak bisa menilai karena (rancangan) resolusi itu sendiri masih terus dibahas. Jadi tidak bisa menilai sesuatu yang masih berproses. Namun kalau kita mau berbicara sesuatu yang nyata, kan sudah ada satu inisiatif dalam kerangka ASEAN yang sedang berjalan. Ini yang kita harapkan bisa segera diimplementasikan," katanya.
Peran ASEAN Dipertanyakan
Peneliti ASEAN di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pandu Prayoga menilai ASEAN masih memantau sekaligus menunggu perkembangan situasi di Myanmar. Menurutnya masyarakat Myanmar dan internasional memandang kerja-kerja ASEAN untuk membantu menyelesaikan krisis Myanmar belum jelas, sehingga muncul inisiatif untuk membuat draf resolusi untuk menerapkan sanksi, termasuk embargo senjata terhadap Myanmar.
BACA JUGA: ASEAN Ingin Batalkan Seruan PBB untuk Embargo Senjata Myanmar"Kenapa negara-negara ASEAN yang sembilan ini menolak untuk diberlakukannya sanksi. Artinya, kalau sudah ada campur tangan pihak luar terhadap isu internal ASEAN, sentralitas ASEAN agak sedikit dipertanyakan. Jadi relevansi atau fungsi ASEAN dalam menyelesaikan persalan-persoalan internalnya pun menjadi pertanyaan," ujar Pandu.
Pandu menyarankan agar draf resolusi itu ditunda dulu karena jika sampai diloloskan oleh Majelis Umum PBB akan berdampak pula kepada rakyat Myanmar. Di lain pihak, ASEAN harus lebih pro aktif dalam membantu menyelesaikan krisis politik di Myanmar.
Dia mendorong keterlibatan para diplomat senior Indonesia dalam upaya menghidupkan dialog yang inklusif antara berbagai pihak di Myanmar dan juga dengan negara-negara ASEAN.
Menurutnya ASEAN juga perlu menggandeng China untuk membujuk junta Myanmar agar mau menerima lima konsensus yang dihasilkan dalam pertemuan para pemimpin di Jakarta pada 24 April lalu.
Pandu berharap jangan sampai ada sanksi ekonomi atau militer yang lebih berat terhadap Myanmar.
Rancangan Resolusi Serukan Embargo Senjata ke Myanmar
Draf resolusi yang diajukan Liechtenstein salah satunya menyerukan 'penangguhan segera atas pasokan, penjualan, atau transfer langsung, dan tidak langsung semua senjata serta amunisi' ke Myanmar.
Dalam suratnya, sembilan negara ASEAN meminta seruan itu dihapus. Negara ASEAN juga mengatakan bahwa draf resolusi tersebut 'tidak bisa meminta dukungan seluas mungkin terutama dari semua negara yang terkena dampak langsung di kawasan' jika isinya tidak diubah.
BACA JUGA: Pemimpin ASEAN Capai Konsensus, Myanmar Diminta Segera Hentikan KekerasanIndonesia dan delapan negara ASEAN lainnya menekankan dilangsungkannya negosiasi lebih lanjut sehingga isi draf resolusi itu dapat diterima, terutama bagi negara-negara yang paling terkena dampak langsung dan tengah terlibat dalam upaya menyelesaikan situasi di Myanmar.
Pada awal Mei lalu, lebih dari 200 kelompok masyarakat sipil, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, telah mendesak DK PBB memberlakukan embargo senjata ke Myanmar.
Selama ini, resolusi Majelis Umum PBB memang tidak mengikat secara hukum tetapi memiliki bobot politik yang cukup besar. [fw/em]