Mahkamah Konstitusi diperkirakan akan mengeluarkan keputusan pada hari Kamis (15/6) terkait upaya mengubah sistem pemungutan suara, kata seorang pejabat. Kasus ini memicu kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya penundaan pemilu yang sedianya berlangsung hanya delapan bulan lagi.
Kasus yang diajukan oleh beberapa politisi ini, termasuk seorang anggota Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P) yang berkuasa, untuk mengembalikan sistem daftar suara tertutup yang dihapus pada 2008, di mana para pemilih memilih partai, bukan kandidat lokal. Dari sembilan fraksi di DPR, delapan menentang perubahan sistem ini, yang menurut mereka akan regresif dan tidak demokratis.
Beberapa pakar hukum dan politik memperingatkan, perubahan prosedur pemungutan suara pada masa yang begitu dekat dengan pelaksanaan yang dijadwalkan pada Februari 2024, berisiko menimbulkan penundaan pemilu.
“Kemungkinan penundaan pemilu sangat tinggi jika keputusannya adalah sistem tertutup,” kata Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera. Ia mengatakan, Komisi Pemilhan Umum (KPU) membutuhkan waktu untuk menerapkan perubahan yang diperlukan.
Fajar Laksono, juru bicara Mahkamah Konstitusi, membenarkan bahwa keputusan tentang sistem pemungutan suara diperkirakan akan dikeluarkan pada hari Kamis.
Pemilu tersebut akan memilih anggota DPR dan presiden baru yang akan mengganti presiden petahana Joko Widodo, yang akan mencapai akhir masa jabatan kedua dan terakhirnya tahun depan. Kasus pengadilan itu dan pembicaraan tentang penundaan pemilu makin membakar spekulasi bahwa sekutu Jokowi ingin ia berkuasa lebih lama, skenario yang secara resmi dibantahnya.
Kekhawatiran tersebut diperparah oleh rangkaian manuver yang tidak lazim dalam beberapa bulan terakhir yang oleh beberapa politisi dianggap sebagai upaya yang mungkin untuk mengganggu dan mencampuri proses pemilu.
Sebuah pengadilan pada bulan Maret memerintahkan pemilihan ditunda setelah partai baru yang tidak jelas mengatakan pendaftarannya telah ditolak secara tidak adil oleh KPU.Pengadilan yang lebih tinggi menolaknya dan Mahkamah Agung telah menerima banding partai tersebut.
Lawan-lawan Jokowi juga mengkhawatirkan upaya hukum berulang kali oleh kepala stafnya, Moeldoko, untuk mengambil alih kepemimpinan partai oposisi terbesar di Indonesia.
Jokowi sendiri pekan lalu mengakui keterlibatannya dalam beberapa upaya "campur tangan" di belakang layar dengan partai dan kandidat presiden. Meski demikian, Jokowi berkeras mengatakan, “campur tangannya” sekadar untuk memastikan kelancaran transisi kekuasaan, dan tidak akan "menodai demokrasi".
Beberapa pakar hukum dan analis berpendapat bahwa penundaan pemilu 2024 akan memerlukan revisi undang-undang pemilu, yang kemungkinan besar tidak akan memperoleh dukungan yang diperlukan di DPR. [ab/ka]