Mahkamah Konsitutusi (MK) Thailand pada Kamis (23/5) setuju untuk mempertimbangkan kasus yang berupaya memecat Perdana Menteri Srettha Thavisin atas penunjukannya terhadap mantan terpidana kriminal sebagai menteri di kabinetnya.
Mahkamah Konstitusi menerima petisi untuk memberhentikan Srettha dari jabatannya, yang diajukan oleh 40 senator berdasarkan aturan etika. Namun MK menolak permohonan untuk memberhentikan dia dari tugasnya sebagai perdana menteri sementara pengadilan tersebut mempertimbangkan masalah tersebut.
Kasus ini berpusat pada Pichit Chuenban, yang ditunjuk sebagai menteri dalam perombakan baru-baru ini. Pichit pernah menjalani hukuman enam bulan penjara karena tuduhan menghina pengadilan pada 2008.
Pichit, mantan pengacara yang memiliki hubungan dekat dengan mantan perdana menteri miliarder Thaksin Shinawatra, mengundurkan diri dari jabatan kabinetnya pada Selasa (21/5) dalam upaya untuk melindungi Srettha.
Hakim memberikan suara 6-3 untuk menerima petisi dan memberi Srettha waktu 15 hari untuk menanggapi kasus tersebut.
Sebanyak 250 anggota senat Thailand saat ini ditunjuk oleh junta yang memerintah kerajaan tersebut setelah kudeta tahun 2014.
Pemilihan untuk memilih senator baru akan diadakan selama tiga putaran bulan depan.
Senat memainkan peran penting dalam menentukan hasil pemilihan umum tahun lalu. Senat menghalangi Pita Limjaroenrat, yang partainya, Partai Bergerak Maju, memenangkan kursi terbanyak, untuk menjadi perdana menteri.
Posisi perdana menteri akhirnya diambil Srettha, dari partai Pheu Thai pimpinan Thaksin, yang membentuk pemerintahan koalisi dengan partai-partai yang memiliki hubungan dengan militer. [ab/lt]