Mubarak akan Hadapi Peradilan dalam Persidangan Tertutup

  • Elizabeth Arott

Gambar dari televisi Mesir menunjukkan mantan Presiden Hosni Mubarak memberi gerak isyarat di ruang persidangan di akademi polisi di Kairo (15/8).

Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak akan diadili bersama dengan menteri dalam negerinya, salah satu penggabungan kasus yang tadinya memang dituntut oleh para pengunjuk rasa anti-pemerintah. Hakim kasus itu juga mengumumkan bahwa sidang-sidang mendatang tidak akan ditayangkan secara langsung.

Hakim Ahmed Refaat mengatakan, Senin, ketika sidang dimulai kembali bulan depan, prosesnya akan berlangsung secara tertutup, sebuah langkah yang menurutnya adalah demi kepentingan publik.

Semacam keterbatasan mengenai sidang tersebut diduga akan diberlakukan begitu para saksi mulai memberikan keterangan. Tetapi, larangan sepenuhnya atas penayangan proses sidang di televisi sampai penjatuhan vonis tampaknya bertentangan dengan janji pemerintah militer itu untuk menggelar sidang terbuka dan transparan.

Langkah lain yang tidak terlalu kontroversial adalah keputusan hakim untuk menggabungkan kasus Mubarak dengan kasus mantan menteri dalam negerinya, Habib al Adly. Para pendukung dan penentang mantan presiden Mubarak menyambut baik langkah tersebut, serta janji untuk menyederhanakan proses itu dari segi bukti dan kesaksian.

Keduanya telah mengatakan tidak bersalah atas tuduhan bahwa mereka memerintahkan pembunuhan para pengunjuk rasa semasa pemberontakan anti-pemerintah awal tahun ini. Jika terbukti bersalah, Mubarak dan Adly bisa menghadapi hukuman mati.

Ini merupakan kehadiran kedua Mubarak di pengadilan dan ia lagi-lagi diusung masuk dengan tandu. Kedua putranya, Gamal dan Alaa, yang telah membantah tuduhan-tuduhan korupsi, berada di sisinya.

Tayangan mantan pemimpin berusia 83 tahun yang dikurung di ruang sidang membuat marah para pendukungnya yang berkumpul di luar pengadilan. Selwa Assoubi, seorang pengacara Kairo, yakin pengadilan akan mengambil keputusan mendukung Mubarak, yang ia anggap sebagai pahlawan. Assoubi mengatakan mantan presiden itu tidak melakukan penumpasan seperti di Suriah dan Libya. Ia menambahkan Mubarak mundur secara terhormat.

Tetapi orang lainnya dalam kerumunan massa itu tidak sependapat, dan kedua pihak sempat bentrok sebentar, saling melemparkan batu dan polisi anti huru hara turun tangan.

Fawzi Ashour adalah salah seorang di antara mereka yang berharap Mubarak dihukum mati. Ashour berpendapat tidak adil jika orang yang mengkhianati negaranya dengan membunuhi rakyatnya dibiarkan hidup. Ashour berdiri di luar gedung pengadilan sambil memegang gambar putranya, Mohammed. Anak berusia 13 tahunnya itu termasuk di antara 800 orang yang tewas dalam pemberontakan.

Sidang akan dilanjutkan kembali tanggal 5 September, setelah bulan suci Ramadan usai.