Warga Turki di kota Mariupol, Ukraina, yang rusak parah dan terkepung, meminta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menyelamatkan mereka.
“Orang-orang di sini berada dalam situasi yang sangat sulit," kata Mehmet Yuce, imam sebuah masjid di Mariupol, yang baru-baru ini mengalami kerusakan akibat ledakan di dekat bangunan tersebut.
“Kami berharap ada koridor evakuasi,” imbuhnya.
Kedutaan Besar Ukraina di Ankara pada hari Sabtu (12/3) mengatakan bahwa 86 orang Turki, termasuk 34 anak, berlindung di sebuah masjid di kota di Laut Azov.
Pada hari Minggu (13/3), Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan dirinya telah berbicara kepada sejawatnya dari Rusia, Sergey Lavrov, untuk meminta dukungannya dalam membuat koridor kemanusiaan di Mariupol.
BACA JUGA: Ukraina: Pasukan Rusia Bombardir Masjid di MariupolBus-bus telah disiapkan untuk proses evakuasi pada hari Sabtu, namun belum dapat memasuki kota itu karena bentrokan yang masih terjadi. Upaya itu berlanjut pada hari Minggu.
Kota pelabuhan Mariupol, yang kini terkepung, menghadapi “skenario terburuk” apabila pihak-pihak yang bertikai tidak segera mencapai “perjanjian kemanusiaan konkret,” Komite Palang Merah Internasional (ICRC) memperingatkan hari Minggu (13/3).
“ICRC siap bertindak sebagai perantara netral untuk memfasilitasi dialog tentang masalah-masalah kemanusiaan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Kota pelabuhan di dekat Laut Azov yang berpenduduk sekitar setengah juta jiwa itu telah dikepung sejak awal bulan ini.
Lebih dari 2.100 warga tewas sejak pertempuran dimulai, kata pihak berwenang setempat hari Minggu.
Ukraina dan berbagai lembaga bantuan mengatakan Mariupol menghadapi “bencana kemanusiaan,” kekurangan air bersih, alat penghangat di tengah musim dingin dan kehabisan persediaan makanan.
“Waktu hampir habis bagi ratusan ribu orang yang terperangkap dalam pertempuran itu,” kata ICRC.
“Sejarah akan melihat kembali apa yang sekarang terjadi di Mariupol dengan kengerian apabila tidak ada kesepakatan yang dicapai oleh kedua sisi sesegera mungkin.”
Dalam sebuah pernyataan, Presiden ICRC Peter Maurer menyerukan seluruh pihak yang terlibat dalam pertempuran untuk “menempatkan kepentingan kemanusiaan terlebih dahulu.”
ICRC mengatakan bahwa orang-orang di Mariupol, termasuk stafnya sendiri, “berlindung di ruang bawah tanah yang dingin, mempertaruhkan nyawa mereka untuk keluar sejenak mencari makanan dan air.”
ICRC menambahkan bahwa “perjanjian yang konkret, tepat dan dapat ditindaklanjuti” perlu dilakukan dengan segera tanpa penundaan, sehingga warga sipil yang ingin menyelamatkan diri dapat melakukannya dan agar bantuan penyelamatan jiwa dapat menjangkau mereka yang bertahan. [rd/em]