NASA Bangun Teleskop untuk Pelajari Bintang-Bintang Neutron

Konspesi artis tentang teleskop NICER yang dipasang di Stasiun Antariksa Internasional

Kapsul kargo Dragon milik SpaceX mengangkut teleskop yang tidak lazim yang dirancang untuk mengamati benda-benda yang kurang populer yang disebut bintang-bintang neutron.

Butuh beberapa hari lagi sebelum kapsul kargo Dragon milik SpaceX mencapai Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Udara buruk menunda peluncuran yang semula dijadwalkan hari Kamis menjadi hari Sabut. Di antara pasokan-pasokan lainnya untuk awak ISS, kapsul tersebut mengangkut teleskop yang tidak lazim yang dirancang untuk mengamati benda-benda yang kurang populer yang disebut bintang-bintang neutron. Ini adalah benda-benda langit yang relatif kecil dengan fitur-fitur yang membingungkan, contohnya, satu sendok the unsur benda itu beratnya bisa mencapai 10 juta ton.

Dengan mengamati model Neutron Star Composition Explorer atau disingkat NICER dalam ukuran yang sebenarnya yang diperagakan di Goddard Space Center, seseorang dapat langsung mengetahui ini bukanlah teleskop optikal.

Bagian NICER yang paling menonjol adalah kubus dengan lebar satu meter, terbuat dari aluminum padat dengan 56 lubang yang dibor di permukaannya. Instrumen ini menyimpan sederetan lensa-lensa khusus yang membelokkan sinar X dan memfokuskannya ke arah sensor yang dipasang di dinding sebelah dalam di belakangnya.

Dari luar, benda tersebut sedikit mirip peluncur roket dari zaman Perang Dunia II, Katyusha.

Di bagian atasnya, ada beberapa benda tambahan yang menyimpan peralatan pelengkap, di samping juga rongga untuk lengan robot ISS yang berangsur-angsur akan dipasang di bagian luar stasiun orbit.

Bintang-bintang neutron

Berdiri di sebelah kubus, wakil peneliti utama untuk Misi NICER, astrofisikawan Zaven Arzoumanian, mengatakan tidak banyak yang diketahui tentang bintang-bintang neutron, benda-benda paling padat di alam raya.

“Lebarnya hanya sekitar 16 hingga 20 kilometer namun benda itu memiliki massa hingga dua kali lipat dari matahari kita yang dipadatkan ke volume kecil sehingga kami pikir benda tersebut kebanyakan hanya terdiri dari neutron.”

Namun bagaimana hal tersebut dimungkinkan ketika segala yang kita ketahui terdiri dari atom?

Benar, jelas Arzoumanian, “namun jarak antara nuclei dari atom individu sangat besar dan diisi oleh elektron yang memiliki massa yang kecil, sehingga kebanyakan adalah ruang kosong. Apabila bisa anda bayangkan memiliki segumpal emas dan menghancurkannya hingga ke titik dimana anda membuat nuclei serapat mungkin sehingga mereka bisa saling bersentuhan, ketika tidak ada lagi ruang kosong dan elektron diserap oleh proton, mereka saling menguasai satu sama lain, mereka berubah menjadi neutron dan yang tersisa adalah sebuah bola neutron.”

Satu-satunya kekuatan yang mampu untuk menghancurkan atom secara besama-sama ke titik tersebut adalah gravitasi, dan agar gravitasi cukup kuat untuk dapat melakukannya anda butuh satu atau dua kali lipat massa matahari yang dikempiskan dan dipadatkan, menghancurkannya dirinya sendiri dengan beratnya dan yang tersisa kami pikir adalah sebuah bintang neutron,” ujarnya.

Di titik ini, fisik dari bintang neutron menjadi gelap. Mungkin di bawah kondisi seperti ini, neutron dan proton tidak dapat menjaga identitas mereka lagi, ujar Arzoumanian. Mereka bisa ke dalam sup partikel yang bahkan lebih kecil lagi – quarks dan gluons. Apa yang kami ketahui, tambahnya, bintang neutron berotasi dengan cepat sekali dan dalam kecepatan konstan dan mereka adalah sumber sinar x yang sangat bertenaga.

Suar berdenyut

Apabila bumi berada pada jalur dari sinar yang berotasi, kita melihat sinar-sinar itu sebagai sumber cahaya yang berdenyut, begitu juga dengan sinar x, itulah mengapa bintang-bintang neutron juga disebut pulsar.

“Bayangkan apabila anda memiliki bola pantai dengan titik panas di depan dan titik panas di belakang dan bola tersebut berputar,” ujar Arzoumanian. “Anda liat titik panas tersebut mengitari ke arah anda, anda melihat kecerahannya meningkat, namun ada titik panas di belakang juga dan berangsur-angsur akan berayun. Jadi bayangkan kecerahannya sebagai fungsi waktu yang naik dan turun dengan tajam saat titik-titik tersebut muncul dan menghilang.”

Dengan istilah sederhana, ujarnya, seberapa dalam variasi cahayanya, seberapa dalam modulasinya, dan seberapa besar variasinya, adalah menunjukkan ukuran seberapa besar bintangnya, seberapa padat bintang tersebut dan informasi itu akan menyampaikan kepada kita tentang muatan dalamnya.

Mata laba-laba

Membangun 56 mata NICER, yang sensitif terhadap sinar x, membutuhkan imajinasi yang luar biasa, karena sinar-sinar tersebut tidak berperilaku seperti sinar yang kasat mata. Lensa-lensanya bahkan terdiri dari 24 silinder aluminum konsentrik, yang dilapisi oleh lapisan tipis emas, dan sedikit ditekuk searah dengan panjangnya.

“Sinar X cenderung menembus benda ketimbang terfokus,” jelas Arzoumanian, “jadi ada geometri unik pada cermin-cermin ini, yang mirip dengan melempar sebuah batu di permukaan kolam. Apabila anda jatuhkan kerikil ke air secara vertikal, maka batu itu akan menembus permukaan air. Sinar X bekerja dengan cara yang sama. Namun apabila anda melempar kerikil di permukaan air dengan sudut yang sangat tajam, anda dapat membuatnya terpantul di permukaan dan cermin-cermin ini juga bekerja dengan cara yang sama, sinar x dipancarkan dalam sudut yang sempit dan sedikit diarahkan kembali untuk dapat mencapai jarak tertentu.”

Namun bintang neutron memancarkan beragam jenis radiasi, dari gelombang radio berfrekuensi rendah hingga sinar gamma yang berfrekuensi tinggi. Mengapa hanya berkonsentrasi pada sinar x?

Ada dua alasan, ujar Arzoumanian, satu ilmiah dan satu lagi teknologi.

“Permukaan bintang neutron memancarkan cahaya sinar x dan untuk kita agar dapat memahami ukuran bintang, yang adalah cara langsung untuk memahami bagian dalam dari bintang tersebut, kita perlu mengamati permukaannya dan permukaannya memancarkan sinar x jadi kami melihat di tempat yang kita perlu lihat untuk memahaminya.” [ww]