Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (18/8) menuduh Hamas menyabotase upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Pernyataan itu disampaikannya saat menggelar pertemuan kabinet di Yerusalem.
Amerika Serikat, Mesir dan Qatar, sebagai mediator, mengatakan bahwa mereka hampir mencapai kesepakatan setelah perundingan di Doha. Pejabat AS dan Israel sama-sama menyatakan optimisme secara berhati-hati.
Akan tetapi, Hamas, yang tidak ikut serta secara langsung dalam perundingan, menuduh Israel mengajukan sejumlah tuntutan baru ke dalam proposal kesepakatan yang telah didukung AS dan komunitas internasional, serta pada prinsipnya telah disetujui Hamas.
Proposal yang terus berkembang itu menyerukan proses tiga fase di mana Hamas akan membebaskan semua sandera yang diculik dalam serangannya pada tanggal 7 Oktober, yang memicu perang paling mematikan yang terjadi antara Palestina dan Israel.
Sebagai gantinya, Israel akan menarik pasukannya dari Gaza dan membebaskan tahanan Palestina.
BACA JUGA: Warga Palestina Sebut Serangan Pemukim di Tepi Barat 'Brutal'Akan tetapi, Hamas menolak tuntutan terbaru Israel, yang mencakup kehadiran militer secara terus-menerus di sepanjang perbatasan dengan Mesir dan garis yang memisahkan Gaza, di mana militer akan menggeledah warga Palestina yang kembali ke rumah mereka, untuk membasmi militan.
Hamas menuntut penarikan militer Israel secara penuh, seperti tercantum pada seluruh versi proposal kesepakatan gencatan senjata sebelumnya, menurut dokumen yang diterima Associated Press dan diverifikasi oleh para pejabat yang terlibat dalam negosiasi.
“Kami sedang melakukan negosiasi dan kami tidak akan hanya terus memberi. Ada hal-hal yang kami bisa fleksibelkan dan ada hal-hal yang kami tidak bisa fleksibelkan, yang akan kami tegaskan. Kami tahu cara membedakan keduanya dengan sangat baik,” ungkap Netanyahu di hadapan kabinetnya, Minggu.
Gencatan senjata di Gaza kemungkinan akan meredakan ketegangan di seluruh wilayah.
Para diplomat berharap kesepakatan itu akan meyakinkan Iran dan Hizbullah Lebanon untuk menunda aksi pembalasan atas terbunuhnya seorang komandan tinggi Hizbullah dalam serangan udara Israel di Beirut dan pemimpin politik utama Hamas dalam sebuah ledakan di Teheran.
Netanyahu menegaskan kembali pada rapat kabinet hari Minggu bahwa Israel siap secara defensif maupun ofensif untuk menghadapi kemungkinan serangan di masa mendatang dari Iran atau proksi-proksinya.
“Kami juga bertekad untuk menuntut harga mahal dari musuh mana pun yang berani menyerang kami – dari arena mana pun,” ujarnya. [rd/ab]