Nigeria telah menutup dan mengkarantina sebuah rumah sakit hari Senin (28/7) setelah pasien Ebola pertama yang teridentifikasi di negara itu meninggal pekan lalu. Langkah penutupan dan karantina itu dilakukan sewaktu Nigeria berjuang membatasi penyebaran wabah virus yang telah menewaskan hampir 700 orang di kawasan itu.
Organisasi Kesehatan Sedunia WHO hari Minggu mengumumkan telah mengirim beberapa epidemiologis ke Nigeria dan Togo untuk melacak orang-orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan pejabat pemerintah Liberia yang tiba di Lagos dengan pesawat terbang pada tanggal 20 Juli dan meninggal lima hari kemudian.
Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf Minggu malam mengatakan ia menutup sebagian besar perbatasan negara itu untuk mencegah penularan virus tersebut.
Bandara internasional Monrovia, sebuah bandara propinsi dan tiga pintu perbatasan utama akan tetap dibuka, meski menetapkan langkah-langkah pencegahan.
Pemerintah Liberia juga telah melarang pertemuan publik, termasuk acara-acara dan demonstrasi.
Ada 127 korban tewas di Liberia akibat Ebola – penyakit yang belum diketahui cara penyembuhannya atau vaksinnya, dan menyebabkan demam parah, radang sendi, muntah-muntah, diare dan dalam beberapa kasus terparah menyebabkan gagal organ dan pendarahan terus menerus.
Dalam beberapa pekan ini sejumlah dokter yang memimpin perawatan penyakit tersebut di Afrika Barat telah tertular virus itu.
Menyusul kematian Dr. Samuel Brisbane yang meninggal hari Sabtu di sebuah pusat perawatan kesehatan di pinggiran Monrovia, dua warga Amerika di Liberia hari Minggu dikabarkan positif tertular Ebola.
Dr. Samuel Brisbane adalah dokter senior di rumah sakit terbesar di Liberia di mana ia merawat korban-korban Ebola.
WHO mengatakan wabah Ebola – yang terparah dalam sejarah – juga telah menewaskan 319 orang di Guinea dan 224 di Sierra Leone.