Menteri lingkungan Norwegia, Espen Barth Eide, pada Rabu (22/3) menekankan kembali komitmen negaranya terhadap dana perlindungan Amazon dalam kunjungannya ke Brazil.
Barth Eide mengatakan bahwa Norwegia, yang menyumbang lebih dari 90 persen Dana Amazon, juga akan membantu Brazil mencarikan pendonor baru.
Dana itu bernilai lebih dari tiga miliar reis (sekitar Rp8 triliun) menurut pemerintah Brazil.
Dana itu ditangguhkan selama kepresidenan Jair Bolsonaro di Brazil akibat berbagai kebijakan lingkungannya.
Bolsonaro mengeluarkan dekrit yang mengizinkan eksploitasi tambang di wilayah masyarakat adat dan zona-zona lindung, yang dicabut oleh penerusnya, Luiz Inacio Lula da Silva, setelah mulai menjabat presiden pada Januari lalu.
Brazil dan Norwegia sepakat untuk mengaktifkan kembali dana itu persis setelah Lula mengalahkan Bolsonaro dalam pilpres Oktober lalu, bahkan sebelum ia resmi kembali menjabat sebagai presiden untuk periode ketiga.
Ia telah memprioritaskan masalah perlindungan lingkungan.
“Kita memiliki sejarah kerja sama selama 15 tahun dalam menangani Dana Amazon,” kata Barth Eide dalam konferensi pers di Brasilia, setelah bertemu dengan menteri lingkungan Brazil, Marina Silva.
Pada Januari lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan dirinya siap mentransfer 200 juta euro (sekitar Rp3,3 triliun) ke dana tersebut.
Jerman merupakan penyumbang terbesar kedua dana tersebut setelah Norwegia.
Amerika Serikat, Prancis dan Spanyol telah menyatakan ketertarikan mereka untuk ikut menyumbang, kata Silva.
“Kami terus melanjutkan dukungan kami dan juga mencoba memobilisasi pendonor-pendonor lain untuk berpartisipasi, karena kami pikir dana ini sudah menjadi suatu model yang sangat sukses bagi Brazil, bagi kami dan negara-negara lain yang ingin belajar dari pengalaman ini,” ungkap Barth Eide.
Di bawah kepemimpinan Bolsonaro sebelumnya, tingkat penggundulan hutan Amazon naik 75 persen. [rd/rs]