BUMN gas Rusia, Gazprom, mendeklarasikan keadaan force majure pada pasokan gas ke Eropa mulai 14 Juni. Mereka mengatakan kepada pelanggan di Eropa bahwa mereka tidak dapat menjamin pasokan gas karena keadaan yang "luar biasa.” Hal tersebut tertera dalam sebuah surat yang dilihat Reuters.
Gazprom yang memonopoli bisnis gas di negara itu mengatakan dalam sebuah surat tertanggal 14 Juli bahwa mereka menyatakan situasi force majeure pasokan gas mulai berlangsung sejak 14 Juni. Berita itu muncul ketika Nord Stream 1, pipa utama yang mengirimkan gas Rusia ke Jerman dan sekitarnya, mengalami perbaikan tahunan selama sepuluh hari dan dijadwalkan perbaikan tersebut akan selesai pada Kamis pekan ini.
Surat itu menambah kekhawatiran negara-negara Eropa bahwa Moskow mungkin tidak akan kembali mengalirkan gas melalui jaringan pipa tersebut setelah masa perbaikan selesai sebagai tindakan pembalasan atas sanksi yang dikenakan pada Rusia karena perang di Ukraina. Hal tersebut dapat meningkatkan krisis energi yang berisiko membawa kawasan itu ke dalam resesi.
Tempat penyimpangan gas alam Astora, yang merupakan penyimpanan gas alam terbesar di Eropa Barat, di Rehden, Jerman, 16 Maret 2022. (Foto: Reuters)
Force majeure dikenal juga sebagai klausa "kuasa Tuhan" yang juga merupakan standar yang biasa diterapkan dalam kontrak bisnis yang berarti sebuah keadaan ekstrem yang membebaskan pihak terkait dari kewajiban hukum. Deklarasi tersebut tidak berarti bahwa Gazprom akan menghentikan pengiriman, melainkan tidak bertanggung jawab jika gagal memenuhi kontrak yang telah disepakati.
Gazprom tidak menanggapi permintaan komentar.
Pasokan gas Rusia yang melalui jalur-jalur pipa utama telah menurun selama beberapa bulan, termasuk yang melalui jalur pipa di Ukraina dan Belarusia serta bagian yang melalui pipa Nord Stream 1 yang terletak di bawah Laut Baltik.
Sebuah sumber yang bergerak di industri perdagangan, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini, mengatakan force majeure tersebut terkait dengan pasokan melalui pipa Nord Stream 1.
BACA JUGA: Jerman Bersiap Kemungkinan Rusia Hentikan Pasokan Gas
"Ini terdengar seperti petunjuk pertama bahwa pasokan gas melalui NS1 mungkin tidak akan dilanjutkan setelah masa pemeliharaan yang berlangsung selama 10 hari berakhir," kata Hans van Cleef, ekonom energi senior di ABN Amro.
"Tergantung pada persepsi pihak-pihak yang terlibat dalam mendefinisikan keadaan 'luar biasa' untuk menyatakan kondisi force majeure, dan apakah masalah ini bersifat teknis atau lebih politis. Namun, kondisi tersebut dipastikan merupakan babak baru dalam eskalasi antara Rusia dan Eropa/Jerman," tambahnya.
Uniper, importir gas Rusia terbesar di Jerman, termasuk di antara pelanggan yang mengatakan telah menerima surat Gazprom, dan secara resmi telah mengatakan klaim tersebut tidak adil.
Gazprom memangkas kapasitas Nord Stream 1 menjadi 40 persen pada 14 Juni, tanggal yang dikatakan perusahaan itu dalam surat kepada para pembeli sebagai awal dari keadaan force majeure.
Pipa gas Nord Stream 1 di Lubmin, Jerman, 8 Maret 2022. (Foto: Reuters)
Gazprom menyalahkan sanksi yang diterapkan pada Moskow terkait pengurangan pasokan itu. Mereka mengacu pada masalah keterlambatan pengembalian turbin gas dari pemeliharaan di Kanada oleh pemasok peralatan Siemens Energy.
Kanada telah mengirim turbin untuk pipa ke Jerman dengan pesawat pada 17 Juli setelah pekerjaan perbaikan selesai, surat kabar Kommersant melaporkan pada Senin (18/7), mengutip orang-orang yang mengetahui situasi tersebut.
Uni Eropa, yang telah menjatuhkan sanksi pada Moskow, ingin menghentikan penggunaan bahan bakar fosil Rusia pada tahun 2027. Namun, mereka tetap menginginkan pasokan terus berlanjut untuk saat ini karena mereka masih dalam tahap mengembangkan sumber-sumber energi alternatif.
BACA JUGA: 12 Negara Eropa Terkena Dampak Penyetopan Gas Rusia
"Rusia terus menggunakan gas alam sebagai senjata politik dan ekonomi," kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre. Ia mengatakan pemerintahan Presiden AS Biden terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada bahan bakar fosil Rusia.
Bagi Moskow dan Gazprom, sektor energi adalah aliran pendapatan vital karena sanksi Barat atas invasi Rusia ke Ukraina, yang disebut Kremlin sebagai "operasi militer khusus", telah membebani keuangan Rusia.
Menurut Kementerian Keuangan Rusia, mereka menerima 6,4 triliun rubel (sekitar Rp171 triliun) dari penjualan minyak dan gas pada paruh pertama tahun ini. Mereka memproyeksikan pendapatan dari sektor energi mencapai 9,5 triliun rubel sepanjang 2022. [ah/mr/rs]