Kevin Lee Taylor berusia 22 tahun ketika seorang perawat mengatakan bahwa dia dinyatakan positif HIV, virus human immunodeficiency.
“Dan saya memandangnya dan bertanya, ‘Maafkan saya. Apa yang saya derita? “Dan dia seperti bertanya balik, Anda tahu HIV?” Dan saya berkata, “Tidak, saya tidak tahu. Saya tidak tahu apa itu. Saya belum pernah mendengar tentang HIV," kenang Taylor.
BACA JUGA: Dampak Pandemi Virus Corona ke ODHA Lebih KompleksSeorang dokter kemudian memasuki ruangan dan menyuruh Taylor untuk menyelesaikan segala urusannya. Dokter itu mengatakan demikian karena tidak ada obatnya. Tidak ada perawatan. Tidak ada yang bisa dilakukan.
Terkejut dan seakan mati rasa, Taylor berjalan pulang ke rumahnya di Richmond, Virginia. Pada 1985, HIV, virus yang menyebabkan AIDS, membawa stigma. Banyak orang yang terjangkit virus itu dijauhi, sesuatu yang dilihat Taylor dalam laporan berita malam itu juga.
Misalnya, protes meletus di sebuah sekolah di Indiana atas kehadiran Ryan White, seorang siswa yang didiagnosis mengidap AIDS setelah transfusi darah.
“Saya berpikir sendiri, jika mereka memusuhi kami, bahkan terhadap bocah kulit putih berusia sembilan tahun, bisakah kita bayangkan bagaimana mereka akan bereaksi pada saya?," ujar Taylor, yang juga pria gay.
BACA JUGA: ODHA Terancam Kehabisan Obat ARV dan Konsumsi Obat KedaluwarsaJadi, Taylor tidak memberi tahu siapa pun dan bebas dari gejala selama bertahun-tahun. Akhirnya dia dirawat di rumah sakit ketika sistem kekebalan tubuhnya runtuh karena HIV yang menjangkitinya berubah menjadi AIDS. Tidak ada pengobatan AIDS yang efektif pada 1995, dan lebih dari 300 ribu orang Amerika meninggal dunia.
Richard Klein bekerja di Badan Pangan dan Obat-Obatan Amerika (Food and Drug Administration/FDA) ketika itu, sebagai Direktur Program HIV/AIDS. Dia mengatakan perlahan tapi pasti perubahan mulai terjadi. Para aktivis AIDS ditunjuk untuk bekerja sebagai advokat pasien di komite penasihat FDA.
Penelitian yang didanai oleh pemerintah berfokus pada bagaimana meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien.
Pengujian dan evaluasi dilakukan dengan cepat untuk obat-obatan, termasuk jenis baru yang disebut protease inhibitor (PI).
Ketika PI dikombinasikan dengan obat lain, obat itu mampu memblokir kemampuan virus untuk berkembang biak dan menjadi resisten.
“Tiba-tiba kami bisa mendirikan penghalang dan membuatnya sangat tinggi bagi virus untuk melompati penghalang itu dan menjadi resistan terhadap ketiga obat yang ada dalam kombinasi itu. Dan itu membuat dunia yang berbeda," ujar Klein.
Pada Juni 1995, FDA menyetujui penelitian saquinavir, yang merupakan protease inhibitor pertama. Pada Desember 1995, obat itu segera disetujui sebagai bagian dari obat yang efektif dan tahan lama.
Selama beberapa dekade, Dr. Anthony Fauci telah memimpin upaya pemerintah Amerika untuk memerangi HIV.
“Benar-benar mengubah kehidupan orang yang terinfeksi HIV, karena ketika itu adalah pertama kalinya kami memiliki obat yang sangat, sangat efektif melawan HIV," ujar Fauci.
BACA JUGA: Pemerintah Yakinkan Pasien HIV akan Ketersediaan Obat ARVDi antara mereka yang diselamatkan adalah Taylor. Sekarang berusia 57 tahun, dia masih menggunakan obat-obatan yang membuatnya tetap hidup selama beberapa dekade.
“Tidak disembuhkan, tetapi paling tidak saya memiliki kehidupan, dan tidak hidup dalam bayang-bayang sambil menunggu kematian.”
Kini, lebih dari satu juta orang Amerika hidup dengan HIV, dan lebih dari 37 juta orang di seluruh dunia terjangkit virus itu. [lt/jm]