OPEC, Rusia Sepakati Pemotongan Produksi Minyak dalam Jumlah Rekor

Logo OPEC tampak di kantor pusat OPEC di Wina, Austria, 5 Desember 2018.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan para sekutunya yang dipimpin Rusia, Minggu (12/4), sepakat memangkas produksi dalam jumlah rekor untuk menopang harga minyak di tengah pandemic virus corona.

Reuters melaporkan kesepakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara negara-negara produsen minyak, termasuk Amerika Serikat, akan mengurangi pasokan minyak global sebanyak 20 persen.

Sejumlah upaya untuk memperlambat penyebaran virus corona menghancurkan permintaan bahan bakar minyak (BBM) dan membuat harga minyak terjungkal, serta menekan anggaran para produsen minyak. Kondisi itu juga memukul industri minyak serpih (shale oil) Amerika Serikat, yang lebih rentan terhadap harga rendah karena biayanya lebih tinggi.

OPEC+ mengatakan pihaknya sudah menyetujui pemotongan produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bph) untuk Mei dan Juni. Kesepakatan itu tercapai setelah pembicaraan selama empat hari dan tekanan dari Presiden AS Donald Trump untuk mengerem penurunan harga.

Sumber-sumber OPEC+ mengatakan mereka memperkirakan total pemotongan produksi minyak secara global mencapai lebih dari 20 juta bph ata 20 persen dari pasokan dunia. Kesepakatan itu akan berlaku 1 Mei. OPEC mencantumkan angka yang sama dalam rancangan pernyataan, tetapi menghapus bagian itu dari versi akhir.

Pemotongan produksi minyak terbesar dalam sejarah itu lebih besar empat kali dari rekor pemotongan sebelumnya pada 2008. Para produsen minyak akan melonggarkan pembatasan setelah Juni, meski pemangkasan produksi akan berlaku hingga April 2022.

Gedung Putih dalam pernyataannya mengatakan, Trump menyambut komitmen oleh Arab Saudi dan Rusia “untuk mengembalikan produksi minyak ke level yang konsisten dengan energi global dan stabilitas pasar keuangan.”

Permintaan minyak dunia turun sekitar sepertiga karena pandemi virus corona. Harga minyak dunia melonjak lebih dari $1 per barel pada perdagangan Senin (13/4) setelah kesepakatan tersebut. Namun kenaikan harga lebih tinggi masih terhalang kekhawatiran bahwa pemotongan itu tidak bisa mengurangi kelebihan pasokan akibat pandemic virus corona yang terus menghantamp permintaan. [ft/au]