Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Kapolda) rjen Pol Abdul Rakhman Baso mengatakan Operasi Tinombala berpeluang diperpanjang karena upaya pengejaran kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang belum membuahkan hasil.
Aparat menetapkan tenggat hingga 31 Desember 2020. Operasi Tinombala digelar sejak 2016 dan diperpanjang setiap tiga bulan.
BACA JUGA: Buru Kelompok Teroris MIT, TNI-Polri Kerahkan DroneSepanjang tahun 2020, setidaknya sudah tujuh orang yang terkait dengan kelompok itu ditangkap oleh aparat keamanan, sedangkan 11 lainnya masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) Polisi.
“Mau tidak mau karena itu adalah jaminan karena kelompok ini masih ada, kita juga harus melindungi menjamin keamanan masyarakat, jangan sampai mereka merajalela, nambah lagi orangnya. Tapi sampai hari ini, baru kita rencanakan perpanjangan, namun kami menunggu perintah pasti dari pimpinan,” kata Irjen Pol Abdul Rakhman Baso dalam konferensi pers akhir tahun di Posko Komando Taktis (Poskotis) Tinombala, desa Tokorondo, Kabupaten Poso, Senin (28/12/2020).
Ditambahkannya, Operasi TInombala juga bertujuan memberikan rasa aman bagi warga masyarakat yang tinggal dan beraktivitas sebagai petani kebun di sekitar kaki gunung dalam wilayah pelaksanaan operasi itu.
“Saya sangat miris, pak, lihat saudara-saudara kita di atas itu. Hasil kebunnya sudah waktunya dipanen, tapi karena rasa takut, akhirnya tidak dipanen, membusuk dan sebagainya. Akhirnya berdampak pada kesejahteraan," kata Irjen Abdul Rakhman.
BACA JUGA: Faktor Keamanan, Taman Nasional Lore Lindu Ditutup SementaraDia menambahkan pihaknya menempatkan personel pada sejumlah titik yang dianggap sangat rawan, rawan, dan aman.
Pada hari yang sama, Irjen Abdul Rahkhman juga memimpin upacara kenaikan pangkat bagi 1.310 personel Polda Suteng,
Kepedihan Keluarga Korban
Dengan menahan tangis, Helmin (39), bercerita kini ia harus berjuang seorang diri menghidupi ketiga anaknya. Suaminya AB (49) yang menjadi tulang punggung keluarga tewas dibunuh kelompok MIT pada Agustus 2020, ketika sedang beraktivitas di kebunnya di desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan.
“Bisa memperhatikan anak-anak saya kan tiga toh. Satu duduk di kelas tiga SMA, satu kelas tiga SMP, satu kelas satu SD,” kata Helmin kepada VOA. Dia berharap pemerintah dapat membantu biaya pendidikan bagi ketiga anaknya itu.
Helmin mengatakan sejak peristiwa itu dia belum berani ke kebun.
Adnan Arsal, Ketua Penasehat Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Poso mengungkapkan harapan masyarakat di Poso agar berbagai gangguan keamanan dapat segera berakhir.
“Jangan terlalu lama. Kami sejak enam bulan lalu sudah minta harus selesai, tapi sampai akhir tahun ini belum ada tanda-tanda menyelesaikan persoalan personal yang kurang lebih satu regulah mereka itu. Masak tidak bisa selesai,” kata Adnan Arsal seusai dialog Lintas Agama dan Lintas Generasi di Tokorondo, Rabu (23/12/2020).
BACA JUGA: Serangan MIT: Operasi Keamanan di Sulteng Belum Beri Rasa Aman“Dampaknya masyarakat menginginkan supaya mereka itu aman berkebun di atas. Kalau mereka berkebun tidak aman, bagaimana bisa produktif?” tambahnya.
Pengejaran kelompok MIT saat ini melibatkan sekitar 700 personel gabungan TNI-POLRI dalam Operasi Tinombala. Alasan mengapa operasi itu belum berhasil karena petugas menghadapi beratnya medan hutan pegunungan luas yang secara administratif berada di wilayah kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Polda Sulteng, kelompok MIT cukup menguasai medan. Kelompok yang dipimpin oleh Ali Kalora itu memiliki persenjataan berupa satu pucuk senjata api laras panjang dan dua pucuk senjata api laras pendek, serta bom rakitan.
Selain pengerahan personel di lapangan, upaya pengejaran terhadap kelompok itu juga melibatkan dukungan teknologi pesawat nirawak yang memiliki kemampuan mendeteksi pancaran suhu tubuh manusia. [yl/em]