Seorang bayi yang lahir di Suriah utara saat gempa dahsyat mengguncang negara tersebut pada 6 Februari, akhirnya bersatu kembali dengan bibi dan pamannya pada Sabtu (18/2). Kedua orang tua dan saudara kandung bayi tersebut tewas dalam bencana tersebut.
Rekaman yang beredar luas di media sosial setelah gempa menunjukkan seorang penyelamat bergegas menuruni puing-puing yang membukit sambil membawa bayi mungil yang tertutup debu.
Bayi yang baru lahir itu kemudian diidentifikasi sebagai anak dari Abdallah dan Afraa Mleihan, yang meninggal dalam gempa bumi bersama anak-anak mereka yang lain di Kota Jandaris yang dikuasai pemberontak di Provinsi Aleppo, Suriah.
Khalil Al-Sawadi, paman dari bayi perempuan yang lahir saat gempa mematikan awal bulan ini, menggendongnya dan putrinya yang baru lahir, di Jandaris, Suriah, 18 Februari 2023. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
Bayi itu dirawat di Rumah Sakit Jihan di distrik Afrin, yang juga dikuasai oposisi, sampai petugas medis dapat memverifikasi identitas kerabatnya.
Pada Sabtu (18/2), bibi dan pamannya yang bernama Khalil Al-Sawadi akhirnya menjemput keponakan mereka, yang diberi nama Afraa. Nama itu diambil dari nama ibunya yang sudah tiada.
"Bayi perempuan ini sangat berarti bagi kami karena tidak ada yang tersisa dari keluarganya selain bayi ini. Dia akan menjadi kenangan bagi saya, bibinya dan semua kerabat kami di desa ibu dan ayahnya," kata Sawadi kepada Reuters.
BACA JUGA: Korban Tewas Gempa Turki, Suriah Lampaui 45.000; Banyak yang Masih Tertimbun Puing
Dia menggendong Afraa, terbungkus selimut merah muda, di satu tangan dan putrinya yang baru lahir Ataa, terbungkus biru, di tangan lainnya. Ataa lahir tiga hari setelah gempa. Sawadi mengatakan akan membesarkan mereka bersama.
"Ada prosedur hukum untuk mengonfirmasi hubungan genetik, serta tes DNA," katanya kepada Reuters.
Lebih dari 5.800 orang tewas di seluruh Suriah akibat gempa 6 Februari, sebagian besar di wilayah utara yang dikuasai oposisi sejak konflik pecah di Suriah pada 2011. [ah/ft]