Organisasi Fortify Rights mengatakan beberapa dokumen pemerintah yang dibocorkan mengungkapkan pelanggaran parah hak azasi manusia terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar utara.
Sebuah organisasi hak azasi mengatakan pihak berwenang Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menegakkan kebijakan yang diskriminatif terhadap kaum Muslim Rohingya, puluhan ribu dari mereka telah mengungsi dari negara Asia Tenggara itu.
Organisasi Fortify Rights mengatakan beberapa dokumen pemerintah yang dibocorkan mengungkapkan pelanggaran parah hak azasi manusia terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar utara, termasuk pembatasan kebebasan bergerak, pernikahan, dan kelahiran anak.
Matthew Smith, direktur eksekutif Fortify Rights, memberitahu VOA dokumen yang dibocorkan itu dan tinjauan catatan publik menunjukkan "peran aktif" pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pelanggaran tersebut.
Pemerintah Myanmar belum mengomentari tuduhan terbaru itu. Tuduhan penganiayaan terhadap Rohingya bukanlah hal yang baru. Menurut PBB, mereka adalah salah satu kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia. Kebanyakan tidak diberi kewarganegaraan Myanmar, di mana mereka secara luas dianggap sebagai imigran yang tidak diinginkan dari Bangladesh.
Fortify Rights yang berbasis di Thailand mengatakan praktek diskiriminatif itu dengan jelas mendapat dukungan negara dan pemerintah pusat, dan tampaknya disengaja untuk membuat kehidupan tidak tertahankan bagi Rohingya supaya mereka meninggalkan negara itu.
Organisasi Fortify Rights mengatakan beberapa dokumen pemerintah yang dibocorkan mengungkapkan pelanggaran parah hak azasi manusia terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar utara, termasuk pembatasan kebebasan bergerak, pernikahan, dan kelahiran anak.
Matthew Smith, direktur eksekutif Fortify Rights, memberitahu VOA dokumen yang dibocorkan itu dan tinjauan catatan publik menunjukkan "peran aktif" pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pelanggaran tersebut.
Pemerintah Myanmar belum mengomentari tuduhan terbaru itu. Tuduhan penganiayaan terhadap Rohingya bukanlah hal yang baru. Menurut PBB, mereka adalah salah satu kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia. Kebanyakan tidak diberi kewarganegaraan Myanmar, di mana mereka secara luas dianggap sebagai imigran yang tidak diinginkan dari Bangladesh.
Fortify Rights yang berbasis di Thailand mengatakan praktek diskiriminatif itu dengan jelas mendapat dukungan negara dan pemerintah pusat, dan tampaknya disengaja untuk membuat kehidupan tidak tertahankan bagi Rohingya supaya mereka meninggalkan negara itu.