Minggu lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengadakan kunjungan mendadak ke kota Leh, tidak jauh dari tempat di mana terjadi bentrokan antara tentara India dan China yang menewaskan 20 personel India, konfrontasi terburuk dalam 40 tahun.
Dalam pidato yang disampaikan kepada ratusan tentara India di kawasan itu, Modi menyatakan bahwa “zaman ekspansi kekuasaan sudah berlalu.”
Lewat Twitter, Modi juga memasang dua foto yang menunjukkan dirinya berada di dalam sebuah tenda di Nimu, Ladakh, dan ketika ia menaburkan bunga di Sungai Galwan.
Yun Sun pakar tentang politik China pada Stimson Center di Washington mengatakan kepada VOA bahwa Modi terpaksa membuat pernyataan itu guna menunjukkan bahwa negaranya tidak bisa dibully oleh China.
“Ada tekanan politik yang besar di dalam negeri untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap China. Modi harus melakukan sesuatu untuk menunjukkan bahwa pemerintahnya melindungi kepentingan nasional India, dan tidak bisa disepelekan oleh China," kata Yun Sun.
Sengketa itu terjadi di Ladakh yang terletak dekat sungai Galwan, di perbatasan sepanjang 3.500 km antara kedua negara. Kawasan ini dikenal dengan bukit-bukit yang puncaknya tertutup salju dengan suhu pada musim dingin mencapai minus 20 Celsius. Kawasan yang terletak 3.000 meter di atas permukaan laut ini merupakan dataran tertinggi di India.
Ladakh menjadi lokasi perang terkait perbatasan antara India dan China pada 1962. Kedua negara berusaha menyelesaikan sengketa perbatasan sejak awal tahun 1990an, tetapi tidak membuahkan hasil.
BACA JUGA: India, China Mulai Tarik Pasukan di GalwanLangkah kedua negara membangun infrastruktur baru di Ladakh pada 2019 ditengarai memicu rasa saling curiga. India membangun jalan sepanjang beberapa ratus kilometer di dekat pangkalan udara di Daulat Beg Oldi, yang baru diaktifkan kembali oleh India. China kemudian membangun tenda dan memindahkan sejumlah peralatan berat ke kawasan yang oleh India dianggap sebagai wilayahnya. Ini semua memuncak dalam serangan Juni lalu.
“Ada peningkatan kekuatan militer di sepanjang garis perbatasan yang dipersengketakan antara China dan India sepanjang Mei, di mana kawasan Ladakh milik India bertemu dengan Tibet yang dikuasai China. Disana terjadi perkelahian di garis perbatasan yang disebut Line of Actual Control, yang kemudian diikuti oleh ketegangan yang terus meningkat," ujar Jeff Smith, pakar Asian Studies Center pada Lembaga Heritage Foundation mengatakan kepada VOA.
Kata Jeff Smith, pada 15 Juni malam, pasukan India menemukan pos perbatasan yang dibangun China, yang seharusnya sudah dibongkar.
“Ini memicu perkelahian fisik antara kedua pasukan itu. Masing-masing pihak minta pasukan bantuan dan perkelahian berlanjut sepanjang malam. Mereka tidak menggunakan senjata api, karena dilarang oleh peraturan yang berlaku di perbatasan itu. Mereka berkelahi menggunakan tangan, pentungan dan tongkat-tongkat yang dipasangi paku," kata Jeff.
Pakar tentang urusan China pada Stimson Center di Washington, Sun Yun mengatakan kedua pihak agaknya terlibat dalam usaha memperkuat posisi masing-masing di perbatasan yang berada pada ketinggian diatas 3000 meter dari muka laut itu.
Your browser doesn’t support HTML5
“Dari mobilisasi tentara dan pembangunan berbagai instalasi di perbatasan yang disengketakan itu tampak bahwa China-lah yang justru berusaha meningkatkan ketegangan di kawasan itu," ujar Jeff.
China dan India pernah terlibat perang sebentar pada 1962. Pasukan patroli China dan India secara rutin menyusuri garis perbatasan itu, untuk memastikan bahwa pihak lawannya tidak melakukan pelanggaran.
“Kedua pihak telah membangun pos-pos, perkemahan dan bangunan lainnya untuk memperkuat klaim masing-masing atas daerah di perbatasan itu," kata Sun Yun.
India dan China juga telah bersilang pendapat tentang pembuatan Jalan Sutra Baru oleh China, yang disebut sebagai Belt and Road Initiative yang akan menghubungkan negara besar itu dengan dunia luar lewat jaringan jalan, kereta api dan jalur laut. Salah satu jalan yang dibangunnya melewati kawasan sengketa antara India dan Pakistan di Kashmir yang juga diklaim oleh India.
BACA JUGA: PM India Kunjungi Pangkalan Militer Dekat ChinaPemerintah Indonesia mengatakan mengamati dengan seksama perkembangan ini.
Dalam konferensi pers daring pada 17 Juni, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan Indonesia berharap pihak-pihak terkait bisa mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan.
"Tentunya perkembangan internasional yang menimbulkan instabilitas juga mengganggu upaya bersama untuk mengatasi Covid-19," kata Faizasyah. [ii/em]