Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Wawan Hari Purwanto kepada VOA, Rabu (25/1) menjelaskan 17 warga Indonesia yang ditangkap otoritas Turki dan dideportasi baru-baru ini memang berencana pergi ke Suriah.
Diduga kuat kata Wawan, mereka sengaja berangkat dan direkrut oleh Bahrun Naim. Anggih Tamtomo, terpidana kasus terorisme diyakini telah berada di Suriah dan bergabung dengan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).
Your browser doesn’t support HTML5
“Memang rekrutmen dan arahnya kan ke kelompok yang sama, kelompok Bahrun Naim. Memang paling gencar Bahrun Naim, merajai di Indonesia karena yang lain sudah meninggal. Dia ahli IT sehingga mudah sekali melakukan rekrutmen dari pengikut-pengikut yang baru serta memiliki jaringan untuk mempercepat proses mereka bergabung,” ujar Wawan Hari Purwanto.
Wawan menambahkan 17 warga Indonesia itu akan ditempatkan di beberapa pos antara lain tenaga kesehatan, juru masak, hingga kombatan. Menurut dia, sebagian besar dari mereka masih berusia muda dan kebanyakan dari Jawa.
Seperti diberitakan sebelumnya, otoritas Turki memulangkan 17 warga Indonesia dengan menggunakan pesawat Turkish Airlines hari Sabtu minggu lalu. Mereka ditangkap karena diduga hendak menyeberang ke Suriah.
Wawan mengatakan 17 orang tersebut tidak direkrut sembarangan, namun melalui seleksi atau rekomendasi dari orang-orang dalam jaringan Bahrun Naim. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya penyusupan oleh pihak-pihak yang tidak dikehendaki.
Dia menambahkan jaringan Bahrun Naim memiliki donatur di dalam dan luar negeri. Tapi ada juga orang-orang yang bergabung dengan Bahrun Naim rela merogoh kocek sendiri untuk pergi berjihad ke Suriah.
Wawan mengakui ISIS amat terbantu oleh Internet. Milisi dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi ini menggunakan beragam media sosial, termasuk Twitter, Telegram, Facebook, dan Youtube untuk penyebarluasan ideologi, perekrutan, dan pembaiatan.
Dia menjelaskan media sosial merupakan langkah awal dari perekrutan. Setelah calon jihadis bersedia bergabung, bakal ada koordinator yang mengumpulkan para kandidat jihadis untuk menyiapkan rencana kepergian ke Suriah. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesiapan para calon jihadis untuk berangkat.
“Pakai Medsos sekarang itu tidak perlu ketemu. Baiat juga banyak dilakukan di medsos tidak langsung ketemu lalau diviral kan sedemikian rupa. Mereka punya memiliki sekitar 46 ribu akun Twitter dan 4.800 situs web. Ini banyak yang mereka coba mainkan,” jelas Wawan.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan berdasarkan informasi dari Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Brigadir Jenderal Edi Hartono, lebih dari 600 warga Indonesia ikut bertempur di Suriah. Dari jumlah tersebut, ada yang sudah meninggal dan ada yang sudah kembali.
Aparat keamanan telah bekerjasama dengan mitra-mitra di Malaysia, Singapura dan Turki untuk menggagalkan warga Indonesia yang ingin berjihad di Suriah. Kerjasama itu mencakup saling bagi informasi, melakukan operasi penangkapan, dan deportasi.
Setelah dideportasi, jika ditemukan unsur pidana maka calon jihadis itu akan diadili dengan kasus pidana. Tito menggaris bawahi bahwa pada prinsipnya ada dua kelompok teroris besar di Suriah yang kerap menarik minat warga Indonesia, yaitu ISIS dan Jabhat Al Nusra, yang merupakan cabang Al Qaeda.
“Tapi yang banyak berangkat ke sana sebagian besar adalah dari jaringan JAD yang mendukung ISIS. Sebagian kecil lainnya dari kelompok eks JI (Jamaah Islamiyah) yang mendukung Jabhat Nusrah,” papar Kapolri Jendral Tito Karnavian.
Wawan Purwanto mengakui tidak mudah menghentikan pengiriman jihadis ke Suriah meski berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, termasuk memblokir situs-situs dan akun pro-ISIS, serta mengkampanyekan ISIS merupakan kelompok teroris yang tidak patut diikuti.