Untuk mengetahui persepsi terhadap Mahkamah Konstitusi, lembaga "Setara Institute" melakukan survei terhadap 200 ahli Tata Negara dan pegiat hak asasi manusia.
JAKARTA —
Menurut pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Ismail Hasani, meski MK sempat mengecewakan atas tertangkapnya mantan ketua MK, Akil Mochtar, kepercayaan dan harapan publik terhadap MK akan segera pulih.
Dalam paparannya di Jakarta hari Senin (11/11), Ketua 'Setara Institute', Hendardi menjelaskan, sejak Mahkamah Konstitusi dibentuk pada tahun 2003 mampu membuktikan kinerja positif. Menurutnya wajar jika publik mendukung MK sejak dipimpin Jimly Ashiddiqie, dilanjutkan oleh Mahfud MD hingga Akil Mochtar yang tertangkap tangan menerima suap diduga untuk memenangkan sengketa hasil Pemilukada di beberapa daerah.
“Pasca penangkapan M. Akil Mochtar semua kepercayaan publik dan prestasi kelembagaan Mahkamah Konstitusi luntur hingga ke titik terendah, Mahkamah Konstitusi juga semestinya tetap membutuhkan penguatan dan pengawasan, dari segi putusan misalnya sekalipun secara normatif putusan Mahkamah Konstitusi final dan mengikat, tetapi eksekusi dan implementasi atas putusan tersebut tidak semuanya dipedomani secara konsisten, dalam rangka memotret kinerja satu dasawarsa Mahkamah Konstitusi kami melakukan riset, survei persepsi, merupakan laporan persepsi terhadap 200 ahli tata negara dan pegiat hak asasi manusia,” papar Hendardi.
Dalam kesempatan sama, peneliti 'Setara Institute' yang juga pengamat politik dari UIN Jakarta, Ismail Hasani memaparkan hasil surveinya terkait kinerja MK selama 10 tahun. Ia menilai sejak awal MK dibentuk, rawan untuk dipolitisasi sehingga publik harus terus mengkritisi kinerja MK. Namun para ahli Tata Negara dalam hasil survei menurutnya optimistis MK dapat kembali diterima publik.
“Mahkamah Konstitusi adalah badan yudisial bukan badan politik, akan tetapi jalur recruitment hakim-hakim konstitusi berasal dari institusi-institusi politik, 3 diusulkan DPR, 3 diusulkan Mahkamah Agung, dan 3 diusulklan oleh presiden, ketika kepemimpinan pak Jimly 94,9 persen responden kita menyatakan kualitas putusannya akademis, sementara pada periode ke dua 69,2 persen yang menyatakan bahwa putusannya akademis, dan periode ke tiga 15,4 persen menyatakan bahwa kualitas putusan MK akademis, jadi ini menggambarkan kualitas kerja hakim konstitusi pada periode ke tiga sangat rendah, dalam survei ini mengatakan yakin 82,1 persen MK bisa memulihkan kepercayaan publik, ketua terpilih yang baru harus kita dukung, harus kita awasi,” kata Hasani.
Ismail Hasani mengingatkan bahwa publik di masa mendatang menginginkan MK lebih transparan dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga kasus yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar tidak terulang lagi.
“ini yang paling penting menyampaikan sumber kekayaan secara terbuka, Hamdan Zulfa harus memprakarsasi langkah ini, dengan langkah ini publik dapat melihat bahwa MK sungguh-sungguh ingin membenahi dirinya sendiri, tanpa langkah radikal semacam ini sulit bagi publik untuk percaya, 41 persen menyatakan perlu, 59 persen menyatakan harus,” ungkap Hasani.
Dari hasil survei terkait kinerja MK, Setara Institute mengeluarkan beberapa rekomendasi, diantaranya MK melakukan langkah pemulihan kepercayaan publik dan pemerintah segera membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti putusan-putusan MK.
Dalam paparannya di Jakarta hari Senin (11/11), Ketua 'Setara Institute', Hendardi menjelaskan, sejak Mahkamah Konstitusi dibentuk pada tahun 2003 mampu membuktikan kinerja positif. Menurutnya wajar jika publik mendukung MK sejak dipimpin Jimly Ashiddiqie, dilanjutkan oleh Mahfud MD hingga Akil Mochtar yang tertangkap tangan menerima suap diduga untuk memenangkan sengketa hasil Pemilukada di beberapa daerah.
“Pasca penangkapan M. Akil Mochtar semua kepercayaan publik dan prestasi kelembagaan Mahkamah Konstitusi luntur hingga ke titik terendah, Mahkamah Konstitusi juga semestinya tetap membutuhkan penguatan dan pengawasan, dari segi putusan misalnya sekalipun secara normatif putusan Mahkamah Konstitusi final dan mengikat, tetapi eksekusi dan implementasi atas putusan tersebut tidak semuanya dipedomani secara konsisten, dalam rangka memotret kinerja satu dasawarsa Mahkamah Konstitusi kami melakukan riset, survei persepsi, merupakan laporan persepsi terhadap 200 ahli tata negara dan pegiat hak asasi manusia,” papar Hendardi.
Dalam kesempatan sama, peneliti 'Setara Institute' yang juga pengamat politik dari UIN Jakarta, Ismail Hasani memaparkan hasil surveinya terkait kinerja MK selama 10 tahun. Ia menilai sejak awal MK dibentuk, rawan untuk dipolitisasi sehingga publik harus terus mengkritisi kinerja MK. Namun para ahli Tata Negara dalam hasil survei menurutnya optimistis MK dapat kembali diterima publik.
“Mahkamah Konstitusi adalah badan yudisial bukan badan politik, akan tetapi jalur recruitment hakim-hakim konstitusi berasal dari institusi-institusi politik, 3 diusulkan DPR, 3 diusulkan Mahkamah Agung, dan 3 diusulklan oleh presiden, ketika kepemimpinan pak Jimly 94,9 persen responden kita menyatakan kualitas putusannya akademis, sementara pada periode ke dua 69,2 persen yang menyatakan bahwa putusannya akademis, dan periode ke tiga 15,4 persen menyatakan bahwa kualitas putusan MK akademis, jadi ini menggambarkan kualitas kerja hakim konstitusi pada periode ke tiga sangat rendah, dalam survei ini mengatakan yakin 82,1 persen MK bisa memulihkan kepercayaan publik, ketua terpilih yang baru harus kita dukung, harus kita awasi,” kata Hasani.
Ismail Hasani mengingatkan bahwa publik di masa mendatang menginginkan MK lebih transparan dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga kasus yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar tidak terulang lagi.
“ini yang paling penting menyampaikan sumber kekayaan secara terbuka, Hamdan Zulfa harus memprakarsasi langkah ini, dengan langkah ini publik dapat melihat bahwa MK sungguh-sungguh ingin membenahi dirinya sendiri, tanpa langkah radikal semacam ini sulit bagi publik untuk percaya, 41 persen menyatakan perlu, 59 persen menyatakan harus,” ungkap Hasani.
Dari hasil survei terkait kinerja MK, Setara Institute mengeluarkan beberapa rekomendasi, diantaranya MK melakukan langkah pemulihan kepercayaan publik dan pemerintah segera membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti putusan-putusan MK.