Teheran dan Islamabad sebelumnya telah menandatangani sebuah perjanjian jual beli gas (GSPA) pada Juni 2009 untuk sebuah jaringan pipa lintas batas yang akan memasok gas sebanyak satu miliar kaki kubik per hari ke wilayah Pakistan yang kekurangan energi dari Ladang Pars Selatan Iran.
Namun, Pakistan belum memulai pembangunan jaringan pipa di wilayahnya, terutama untuk menghindari sanksi-sanksi Amerika Serikat.
Pada bulan Agustus, media Pakistan melaporkan Iran telah mengirimkan pemberitahuan terakhir kepada pihaknya sebelum mengajukan permohonan ke badan arbitrase yang berbasis di Paris.
Dua firma hukum – Wilkie Farr and Gallagher, dan White & Case – akan mewakili Pakistan dalam proses arbitrase, menurut konfirmasi seorang sumber yang memiliki kedudukan tinggi di Kantor Jaksa Agung Pakistan kepada VOA hari Rabu (30/10). Pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim, karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
Pakistan dilaporkan terancam denda hingga $18 miliar karena menunda proyek tersebut.
Latar Belakang
Pada tahun 2011, Iran mengumumkan telah menyelesaikan pembangunan pipa sepanjang 900 kilometer di sisi perbatasan kedua negara.
Dua tahun kemudian, Presiden Iran saat itu, Mahmoud Ahmadinejad, dan Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari, meresmikan proyek senilai $7 miliar di wilayah Iran.
Pada tahun 2014, Pakistan meminta perpanjangan waktu 10 tahun untuk proyek ini guna menghindari denda hingga $1 juta per hari mulai tahun 2015.
Pada bulan Maret 2024, menjelang akhir periode perpanjangan, pemerintahan sementara Pakistan bergegas menyetujui pembangunan bagian pipa sepanjang 80 kilometer dari perbatasannya dengan Iran, ke kota pelabuhan utama di barat daya Gwadar di provinsi Baluchistan.
Akan tetapi, konstruksi belum juga dimulai.
Menteri Perminyakan Pakistan, Musadik Malik, bulan lalu mengatakan kepada parlemen bahwa sanksi-sanksi internasional menghalangi kelanjutan pembangunan jaringan pipa lintas batas ini. “Ini adalah masalah yang sangat rumit dan melibatkan sanksi-sanksi internasional,” kata menteri tersebut.
Ia membantah laporan mengenai negara tersebut bisa terancam denda sebesar $18 miliar, tetapi tidak memberikan angka.
Beberapa jam sebelum pernyataan menteri tersebut, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengulangi peringatan Washington untuk tidak melakukan bisnis dengan Teheran. “Kami akan terus menegakkan sanksi-sanksi kami terhadap Iran. Kami juga menyarankan siapa pun yang mempertimbangkan kesepakatan bisnis dengan Iran untuk menyadari kemungkinan konsekuensinya,” kata juru bicara tersebut dalam sebuah konferensi pers rutin.
Iran sedang dikenai sanksi AS atas program nuklir dan rudal balistiknya.
Pada waktu-waktu tertentu, Pakistan telah mengisyaratkan akan menentang peringatan AS, tetapi tampaknya belum melakukannya secara operasional atau secara terbuka.
Meski Pakistan bisa membangun jaringan pipa di dalam perbatasannya, Pakistan membutuhkan pengabaian sanksi dari Washington untuk membeli gas dari Iran. Islamabad belum mendapatkan keringanan tersebut. [th/em]