Pandemi Covid-19 Picu Krisis Politik bagi Presiden Perancis

Popularitas Presiden Perancis Emmanuel Macron terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Tingkat popularitas yang tinggi dan pembicaraan pembaharuan negara sudah lama berlalu, demikian pula agenda reformasi yang didorong oleh pemogokan dan demonstrasi.

Dua tahun sebelum pemilihan presiden, pemimpin Perancis yang berusia 42 tahun, Emmanuel Macron, kesulitan untuk mendapat kesempatan kedua karena pandemi virus corona dan dampaknya yang menghancurkan ekonomi serta sekaligus program-program progresifnya.

Popularitas Macron buruk, retorika persatuannya dipertentangkan. Setidaknya itulah kenyataan pada minggu ini, dan tampaknya satu-satunya kabar baik datang dari kawasan Uni Eropa.

Pada hari Senin, Macron bekerja sama dengan sekutu Perancis, kanselir Jerman Angela Merkel mengusulkan dana talangan besar-besaran untuk negara-negara Uni Eropa yang sedang kesulitan. Meskipun mendapat reaksi beragam, pengumuman itu menawarkan kesempatan bagi Macron untuk memperbaiki citranya sebagai pemimpin di kawasan Uni Eropa.

Apakah ia bisa bangkit kembali di dalam negeri seperti sebelumnya, masih menjadi tanda tanya.

"Macron harus menyadari bahwa programnya pada 2017, sebagian atau bahkan seluruhnya sudah mati," tulis surat kabar Le Monde, harian yang disegani di negara itu, "tersungkur oleh epidemi virus corona dan dampaknya."

"Saya kira bagi Macron, politiknya sudah berakhir," kata analis geopolitik dan mantan diplomat Perancis Philippe Moreau Defarges. “Presiden umumnya bisa melakukan banyak hal di bulan-bulan pertama atau bahkan tahun pertama masa jabatannya. Setelah itu, semuanya berakhir. "

Macron menghadapi kemunduran baru Selasa, ketika Partai Pergerakan Republik atau Partai LREM, kehilangan mayoritas absolutnya di parlemen, dengan kepergian sejumlah anggota sayap kiri dan mereka yang mengutamakan masalah lingkungan. [my/jm]