Panglima Angkatan Bersenjata dan Menlu 3 Negara Bahas Abu Sayyaf

  • Fathiyah Wardah

Juru bicara kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir, dalam jumpa pers di kantornya, 28 Maret 2016 (Foto: VOA/Fathiyah)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pertemuan ini penting untuk memastikan agar ancaman keamanan di kawasan itu tidak mengancam kerjasama ekonomi di kawasan.

Pemerintah Indonesia akan mengundang panglima angkatan bersenjata dan menteri luar negeri Filipina serta Malaysia untuk membahas maraknya penyanderan oleh kelompok Abu Sayyaf dan upaya mengantisipasinya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam jumpa pers di Pejambon, Jakarta, Kamis (28/4) mengatakan pemerintah Indonesia akan mengundang panglima angkatan bersenjata dan menteri luar negeri Filipina dan Malaysia pada 5 Mei mendatang.

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut instruksi Presiden Joko Widodo kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Panglima Angkatan Bersenjata Jendral Gatot Nurmantyo untuk membahas upaya meningkatkan keamanan bersama, khususnya di wilayah-wilayah dimana marak terjadi pembajakan dan penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf. Instruksi itu juga mencakup kemungkinan menggelar patrol bersama.

Arrmanatha mengatakan pertemuan antara tiga panglima angkatan bersenjata dan menteri luar negeri ini penting untuk memastikan agar ancaman keamanan di kawasan itu tidak mengancam kerjasama ekonomi di kawasan.

"Kita harapkan tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membahas situasi keamanan maritim dan meningkatnya berbagai tantangan belakangan ini di kawasan yang menjadi titik temu tiga negara ini," kata Arrmanatha.

"Harus diingat jalur ini jalur penting untuk ekonomi, jalur transportasi perdagangan sehingga apabila ini terus terjadi akan mengganggu aktivitas ekomi di tiga negara tersebut, sehingga menjadi kepentingan bersama untuk kita mengamankan jalur ini," lanjutnya.

Semua menteri luar negeri dan panglima angkatan bersenjata Filipina dan Malaysia sudah memastikan akan hadir dalam pertemuan yang akan diadakan di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta.

Diharapkan pertemuan ini akan menghasilkan kesepakatan bersama yang intinya menegaskan kembali komitmen untuk menjaga keamanan di kawasan yang menjadi kepentingan bersama serta menjaga stabilitas untuk kepentingan kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Termasuk rincian bentuk kerjasama dan koordinasi yang akan dilakukan oleh ketiga negara.

Hingga laporan ini disampaikan sedikitnya 14 warga negara Indonesia dan sejumlah warga negara lain yang merupakan anak buah kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, masih disandera kelompok Abu Sayyaf.

Penculikan dan penyanderaan itu terjadi pada 25 Maret lalu. Kelompok Abu Sayyaf telah meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar 14,3 milyar rupiah untuk membebaskan mereka.

Belum lagi upaya penyelamatan ke-14 WNI itu berhasil, pertengah April lalu kelompok itu kembali membajak kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi. Empat WNI anak buah kapal juga disandera.

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia Kini

Pasca kedua kejadian itu Indonesia menghentikan sementara pengiriman batu bara melalui perairan Filipina Selatan.

Ditanya tentang perkembangan operasi penyelamatan para sandera, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan masih terus melakukan komunikasi dengan otorita Filipina dan sekaligus berunding dengan kelompok penyandera.

"Melalui jalur official dengan pemerintah maupun dengan semua jalur yang bisa diupayakan. Yang dilakukan oleh kita untuk memastikan keselamatan dari seluruh sandera. Memang kita akui operasi militer sering terjadi di kawasan tersebut oleh pemerintah Filipina, memang sandera kita pindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.Namun informasi yang kita terima selalu kita ketahui dimana kita berada. Informasi kita dapat setiap mereka pindah. Jadi kita up to date apa yang terjadi di sana," lanjutnya..

Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, pengamat terorisme yang juga mantan anggota Jamaah Islamiyah Nasir Abbas mengatakan masih ada harapan warga Indonesia disandera Abu Sayyaf itu bisa dibebaskan dengan selamat.

"Keuntungan Indonesia adalah Indonesia pernah membantu umat Islam di sana. Itu menjadi kenangan mereka. Kedua Indonesia juga muslim, sama seperti mereka," kata Nasir Abbas.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak akan membayar tebusan yang diminta kelompok bersenjata di Filipina Selatan itu, karena Indonesia, tegas Presiden, tidak pernah berkompromi dengan kelompok seperti itu. [fw/em]