Para Aktivis Timur Tengah Nyatakan Solidaritas terhadap Demonstrasi di AS

Para pelayat memberikan penghormatan terakhir saat iring-iringan peti jenazah George Floyd melewati jalanan di Pearland, Texas, Selasa (9/6).

Sepuluh tahun lalu, seorang polisi Mesir membunuh Khaled Said, usia 28 tahun saat ditahan, menimbulkan amarah para aktivis di seluruh negeri.

Beberapa bulan kemudian, daerah itu dibanjiri berbagai aksi protes yang dikenal sebagai Arab Spring. Masyarakat Mesir memadati jalan-jalan sambil meneriakkan slogan-slogan seperti, "Roti, Kebebasan, Kesetaraan!" Inilah tiga hal yang umumnya juga dirasakan oleh warga Amerika.

Sejumlah demonstrasi di Amerika Serikat terkait kematian George Floyd baru-baru ini, seorang pria kulit hitam, dalam tahanan polisi, telah memicu momentum di Timur Tengah, di mana protes massa baru-baru ini di Irak dan Lebanon diredam akibat lockdown terkait pandemi.

Beberapa aktivis mengemukakan dapat melihat cita-cita mereka tercermin dalam seruan para pendemo AS sekaligus memberikan dukungan serta beberapa peringatan.

BACA JUGA: Demonstrasi Anti-Rasisme Berlangsung di Seluruh Dunia

Nour Khalil, usia 26 tahun berada di sekolah menengah saat terjadi pemberontakan Mesir yang menjatuhkan 30 tahun diktator Hosni Mubarak tahun 2011. Pulang sekolah, ia kemudian bergabung bersama kerumunan di jalan untuk menuntut, tidak hanya kejatuhan pemerintah, namun banyak hak-hak dasar rakyat yang dirampas.

Hak untuk hidup dengan aman dari tangan polisi merupakan tuntutan utama warga Mesir pada waktu itu, yang kini menjadi seruan utama masyarakat Amerika, kata Khalil, yang saat ini menjadi seorang pengacara hak asasi manusia.

"Dari sudut pandang kemanusiaan, masalahnya sama," Khalil memaparkan lebih jauh ketika dalam perjalanan pulang dari kantor minggu lalu.

"Ini menimbulkan gelombang simpati bagi para pengunjuk rasa, terutama karena dipicu oleh kematian salah seorang warga mereka," tandasnya. [mg/jm]