Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan sebanyak 1.586 nama yang lolos sebagai calon anggota DPR RI untuk dapil-dapil provinsi Jawa Barat. Dari penelusuran VOA terhadap data DCS, di Jawa Barat terdapat 30 nama pesohor yang akan bertarung. Angka ini tertinggi dibanding provinsi-provinsi lain, seperti Jawa Timur 8 orang dan Jawa Tengah 6 orang.
Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKKP) di Bandung, Jawa Barat, Adiyana Slamet, mengungkapkan, para parpol harus bertanding dengan sistem ambang batas (threshold) baik di parlemen maupun saat mengajukan capres. Jadi, partai harus berlomba mendulang suara terbanyak, apalagi di Jawa Barat yang memiliki 17 persen suara pemilih nasional.
"Artis ini memang diharapkan bisa menambah suara partai atau suara individu sehingga memang yang akhirnya nanti bisa berimbas pada parliamentary threshold yang 4% dan presidential threshold yang 20%," ujar pengamat politik dari Universitas Komputer Indonesia ini.
Baca juga: Caleg Generasi Milenial dalam Pemilu 2019
Dari 30 artis yang bertarung di Jawa Barat, sebagian sudah masuk dunia politik lebih awal. Misalnya seperti Nico Siahaan dari PDI Perjuangan dan Nurul Arifin dari Golkar. Namun banyak juga yang baru berkecimpung seperti penyanyi Giring Ganesha dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), penyanyi Mulan Jameela dari Gerindra, dan presenter Choki Sitohang dari Perindo.
Jawa Barat memiliki 11 dapil, di mana hampir semua dapil memiliki caleg artis kecuali dapil nomor III. Partai Nasdem tercatat mengajukan artis paling banyak dengan 10 kandidat.
Pengamat politik Jawa Barat Adiyana menyatakan parpol juga tersandera dengan sistem konversi suara yang disebut sainte-laguë. Sistem baru ini memberikan jatah kursi berdasarkan persentase suara partai di dapil. Sistem sainte-laguë ini berbeda dengan sistem selama ini hare quota yang menggunakan harga kursi.
Adi yang jadi kandidat doktor Universitas Padjajaran ini menilai, masuknya artis di kancah politik adalah bentuk kegagalan parpol melakukan kaderisasi. Hal senada juga diungkapkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Peneliti Perludem, Maharddhika mengungkapkan, partai politik perlu merombak sistem rekrutmen. Sebab kaderisasi partai tidak bisa instan.
"Itu perlu diperjuangkan. Karena apa? Karena mereka harus belajar berorganisasi mulai dari bawah, jadi mulai pengambilan keputusan dari internal partai dulu, baru berpartisipasi dalam politik elektoral," pungkas Maharddhika.
Your browser doesn’t support HTML5
Lalu bagaimana seharusnya masyarakat menilai caleg artis? Pengamat politik Jawa Barat Adiyana Slamet meminta pemilih tidak serta merta mencap caleg artis jelek. Namun, harus dilihat rekam jejaknya: apakah artis itu pernah menyuarakan aspirasi rakyat pada bidang tertentu? Hal ini berlaku juga bagi caleg yang berasal dari kalangan pengusaha dan baru berkecimpung di dunia politik.
"Sama saja, pekerja atau pengusaha juga harus dilihat dari track record, kapabilitas dan lain-lain, apapun profesinya saya pikir ada ucapan bahwa berproses dengan baik itu akan memahami satu konteks apapun termasuk platform dan ideologi partai. S ehingga dalam melakukan sesuatu itu matang," jelasnya kepada VOA.
Dari 1.500-an caleg di Jawa Barat, caleg artis ada 30 orang. Artinya, hanya 0,01 persen dari total calon di Jawa Bawat yang berebut kursi di DPR RI. [rt/em]