Keterlibatan ayah yang lebih tinggi dalam kehidupan anak akan meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan membantu mengurangi kekerasan terhadap perempuan.
Pada banyak masyarakat, para ayah dianggap sebagai pendisiplin dan pemberi nafkah keluarga. Namun, saat ini ada kampanye global untuk mendorong para ayah meningkatkan partisipasi mereka dalam kehidupan anak-anak mereka.
Suatu kampanye yang menamakan dirinya Men Care Campaign mengatakan keterlibatan ayah akan bermanfaat bagi anak-anak, pria sendiri, dan membantu mengurangi kekerasan terhadap perempuan.
Afrika Selatan merupakan salah satu dari 17 negara tempat berlangsungnya kampanye Men Care ini. Saat diluncurkan di sana pada 2011, tahun yang sama pada saat istri Jean-Marie Mkurunziza hamil anak perempuan mereka. Mkurunziza belajar banyak dari kampanye tersebut, tempat ia bergabung sebagai fasilitator, memimpin pertemuan-pertemuan kelompok.
“Kami biasanya bertemu seminggu sekali," ujarnya. "Kami pergi ke klinik dan juga komunitas, mengundang calon-calon ayah untuk menjadi bagian dari kelompk ini dan mengambil tanggung jawab dalam keluarga."
Bagian dari tanggung jawab ini, ujarnya, adalah membantu para istri dengan pekerjaan rumah tangga.
“Kami memberikan mereka pekerjaan rumah, yaitu dengan melakukan sesuatu yang spesial di rumah, sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, seperti mencuci atau membersihkan rumah, atau mencuci piring," ujarnya.
"Minggu lalu, salah satu anggota tim kami datang dengan istrinya, yang saat ini sedang menunggu saat melahirkan. Istrinya sangat bahagia."
Salah satu koordinator kampanye Men Care, Vidar Vetterfalk dari Swedia, memiliki pengalaman serupa. Pasangan Vetterfalk mengadopsi satu anak perempuan dan satu anak laki-laki dari Afrika Selatan, tempat mereka tinggal saat ini. Ia mengatakan kelompok itu mengajarkan para pria membagi tanggung jawab dalam pengasuhan anak.
"Saya menghadiri sebuah kelompok ayah saat menunggu anak pertama kami," ujarnya. "Saya dan istri saya bergantian menjaga anak sehingga paling tidak salah satu dari kami cukup tidur."
Kelompok para ayah ini sekarang ada di banyak daerah di Afrika Selatan dan negara-negara tetangga, selain di Amerika Selatan, Asia dan Eropa.
"Sekitar 80 persen dari pria di dunia akan menjadi ayah dalam satu titik di kehidupan mereka," ujar Gary Barker, direktur Promundo di Washington, sebuah organisasi nirlaba global yang turut mensponsori kampanye tersebut, termasuk dengan sejumlah organisasi hak-hak perempuan, beberapa pemerintahan dan badan-badan PBB.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, menurut Barker, para pria harus terlibat dalam perawatan kehamilan.
“Kami mencoba membuat mereka datang ke klinik, membuat para petugas kesehatan melihat pria sebagai sekutu dalam proses ini, karena riset menunjukkan bahwa jika melibatkan pria dari saat tersebut, mereka akan merasa 'Oh, dunia mengharapkan saya terlibat dalam kehidupan anak saya untuk jangka panjang bahkan jika sudah tidak bersama pasangannya lagi,'" ujarnya.
Kelompok ayah hanya merupakan salah satu aspek dari kampanye tersebut. Untuk penjangkauan yang lebih luas, mitra-mitra kampanye lokal membawa pesan tersebut ke media menggunakan film, iklan layanan masyarakat dan poster.
“Pria-pria yang memiliki hubungan lebih dekat dengan anak-anak mereka, yang terlibat dalam pengasuhan sehari-hari, mengatakan mereka memiliki kesehatan jiwa yang lebih baik," ujar Barker.
"Kemungkinan mereka untuk terlibat dalam kejahatan berkurang, demikian juga dengan penyalahgunaan alkohol. Data dari Swedia menunjukkan bahwa para ayah ini hidup lebih lama. Anak-anak lelaki yang melihat para ayahnya terlibat cenderung tumbuh dengan menghargai hak-hak perempuan dan percaya persamaan gender, serta tidak melakukan kekerasan terhadap pasangan."
Advokasi untuk Perubahan
Advokasi kebijakan merupakan aspek lain dari kampanye ini, ujar salah satu koordinator Jane Kato-Wallace, yang saat ini ada di Jakarta, Indonesia.
“Kami mendorong para mitra lokal untuk membahas isu seperti cuti melahirkan, misalnya, atau kebijakan tempat kerja yang ramah untuk pria yang mendorong perubahan-perubahan yang lebih besar dan struktural dalam sektor publik dan swasta," ujarnya.
Kampanye ini mengambil pendekatan yang berbeda dalam setiap masyarakat, menyesuaikan pesannya dengan setiap budaya.
“Untuk Indonesia, misalnya, budayanya sangat dipengaruhi agama dan konservatif. Para mitra kami kemudian mencoba melibatkan para pemimpin agama yang dapat berlaku sebagai sekutu dalam membuat laki-laki, perempuan dan anak-anak jauh lebih banyak terlibat dalam kampanye tersebut dan menciptakan masyarakat yang lebih setara," ujar Kato-Wallace.
Di banyak tempat, tambahnya, para ayah terlihat lebih semangat. Di Sri Lanka, misalnya, sebuah kelompok Kristen memulai program pilot untuk mendorong para ayah menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka, lebih banyak terlibat dalam perawatan kesehatan dan pendidikan mereka.
"Para pria menjadi lebih tertarik sehingga mereka membawa teman-teman mereka untuk mendapat informasi dan membahas peran sebagai ayah," ujar Kato-Wallace.
"Kampanye ini berubah menjadi semacam gerakan nasional dalam tahap tertentu.”
Suatu kampanye yang menamakan dirinya Men Care Campaign mengatakan keterlibatan ayah akan bermanfaat bagi anak-anak, pria sendiri, dan membantu mengurangi kekerasan terhadap perempuan.
Afrika Selatan merupakan salah satu dari 17 negara tempat berlangsungnya kampanye Men Care ini. Saat diluncurkan di sana pada 2011, tahun yang sama pada saat istri Jean-Marie Mkurunziza hamil anak perempuan mereka. Mkurunziza belajar banyak dari kampanye tersebut, tempat ia bergabung sebagai fasilitator, memimpin pertemuan-pertemuan kelompok.
“Kami biasanya bertemu seminggu sekali," ujarnya. "Kami pergi ke klinik dan juga komunitas, mengundang calon-calon ayah untuk menjadi bagian dari kelompk ini dan mengambil tanggung jawab dalam keluarga."
Bagian dari tanggung jawab ini, ujarnya, adalah membantu para istri dengan pekerjaan rumah tangga.
“Kami memberikan mereka pekerjaan rumah, yaitu dengan melakukan sesuatu yang spesial di rumah, sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, seperti mencuci atau membersihkan rumah, atau mencuci piring," ujarnya.
"Minggu lalu, salah satu anggota tim kami datang dengan istrinya, yang saat ini sedang menunggu saat melahirkan. Istrinya sangat bahagia."
Salah satu koordinator kampanye Men Care, Vidar Vetterfalk dari Swedia, memiliki pengalaman serupa. Pasangan Vetterfalk mengadopsi satu anak perempuan dan satu anak laki-laki dari Afrika Selatan, tempat mereka tinggal saat ini. Ia mengatakan kelompok itu mengajarkan para pria membagi tanggung jawab dalam pengasuhan anak.
"Saya menghadiri sebuah kelompok ayah saat menunggu anak pertama kami," ujarnya. "Saya dan istri saya bergantian menjaga anak sehingga paling tidak salah satu dari kami cukup tidur."
Kelompok para ayah ini sekarang ada di banyak daerah di Afrika Selatan dan negara-negara tetangga, selain di Amerika Selatan, Asia dan Eropa.
"Sekitar 80 persen dari pria di dunia akan menjadi ayah dalam satu titik di kehidupan mereka," ujar Gary Barker, direktur Promundo di Washington, sebuah organisasi nirlaba global yang turut mensponsori kampanye tersebut, termasuk dengan sejumlah organisasi hak-hak perempuan, beberapa pemerintahan dan badan-badan PBB.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, menurut Barker, para pria harus terlibat dalam perawatan kehamilan.
“Kami mencoba membuat mereka datang ke klinik, membuat para petugas kesehatan melihat pria sebagai sekutu dalam proses ini, karena riset menunjukkan bahwa jika melibatkan pria dari saat tersebut, mereka akan merasa 'Oh, dunia mengharapkan saya terlibat dalam kehidupan anak saya untuk jangka panjang bahkan jika sudah tidak bersama pasangannya lagi,'" ujarnya.
Kelompok ayah hanya merupakan salah satu aspek dari kampanye tersebut. Untuk penjangkauan yang lebih luas, mitra-mitra kampanye lokal membawa pesan tersebut ke media menggunakan film, iklan layanan masyarakat dan poster.
“Pria-pria yang memiliki hubungan lebih dekat dengan anak-anak mereka, yang terlibat dalam pengasuhan sehari-hari, mengatakan mereka memiliki kesehatan jiwa yang lebih baik," ujar Barker.
"Kemungkinan mereka untuk terlibat dalam kejahatan berkurang, demikian juga dengan penyalahgunaan alkohol. Data dari Swedia menunjukkan bahwa para ayah ini hidup lebih lama. Anak-anak lelaki yang melihat para ayahnya terlibat cenderung tumbuh dengan menghargai hak-hak perempuan dan percaya persamaan gender, serta tidak melakukan kekerasan terhadap pasangan."
Advokasi untuk Perubahan
Advokasi kebijakan merupakan aspek lain dari kampanye ini, ujar salah satu koordinator Jane Kato-Wallace, yang saat ini ada di Jakarta, Indonesia.
“Kami mendorong para mitra lokal untuk membahas isu seperti cuti melahirkan, misalnya, atau kebijakan tempat kerja yang ramah untuk pria yang mendorong perubahan-perubahan yang lebih besar dan struktural dalam sektor publik dan swasta," ujarnya.
Kampanye ini mengambil pendekatan yang berbeda dalam setiap masyarakat, menyesuaikan pesannya dengan setiap budaya.
“Untuk Indonesia, misalnya, budayanya sangat dipengaruhi agama dan konservatif. Para mitra kami kemudian mencoba melibatkan para pemimpin agama yang dapat berlaku sebagai sekutu dalam membuat laki-laki, perempuan dan anak-anak jauh lebih banyak terlibat dalam kampanye tersebut dan menciptakan masyarakat yang lebih setara," ujar Kato-Wallace.
Di banyak tempat, tambahnya, para ayah terlihat lebih semangat. Di Sri Lanka, misalnya, sebuah kelompok Kristen memulai program pilot untuk mendorong para ayah menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka, lebih banyak terlibat dalam perawatan kesehatan dan pendidikan mereka.
"Para pria menjadi lebih tertarik sehingga mereka membawa teman-teman mereka untuk mendapat informasi dan membahas peran sebagai ayah," ujar Kato-Wallace.
"Kampanye ini berubah menjadi semacam gerakan nasional dalam tahap tertentu.”