Para Pemimpin Gereja Katolik Gerakkan Demo Anti-Marcos di Filipina

Aktivis menghancurkan patung Presiden Filipina Rodrigo Duterte, tengah, bersama putrinya walikota Davao, Sara, kanan, dan Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr., putra mendiang diktator. (Foto: AP)

Para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Ibu Kota Filipina, Jumat (25/2), menyusul seruan para pemimpin gereja di negara itu yang meminta orang-orang yang beriman mencegah kembalinya pelanggaran era Ferdinand Marcos pada peringatan hari penggulingan kepresidenannya.

Demonstrasi itu digelar beberapa bulan sebelum penyelenggaraan pemilihan presiden di mana putra mantan diktator itu difavoritkan untuk menang.

Polisi di negara berpenduduk mayoritas Katolik itu mengatakan sekitar 1.100 pengunjuk rasa, kebanyakan anak muda, berkumpul di sebuah jalan raya di Manila, di lokasi yang sama di mana jutaan orang berkumpul 36 tahun lalu untuk mengakhiri pemerintahan dua dekade Ferdinand Marcos.

Seorang pengunjuk rasa memegang foto yang memuat foto putra mendiang diktator, Ferdinand Marcos Jr., kiri, dan Wali Kota Davao Sara Duterte selama protes di luar Komisi Hak Asasi Manusia di kota Quezon, Filipina, 14 November 2021. (Foto: : AP)

"Bawa kembali hasil curiannya, bukan pencurinya," teriak mereka sambil mengangkat poster bertuliskan "Tidak untuk Marcos-Duterte 2022". Ferdinand "Bongbong" Marcos Junior mencalonkan diri bersama calon wakil presiden Sara Duterte, putri Presiden Rodrigo Duterte.

Marcos Junior, 64, telah berusaha untuk menjauhkan wacana publik dari penyiksaan, pembunuhan, dan penggelapan dana negara yang terjadi di bawah pemerintahan ayahnya. Kampanyenya berfokus pada kebutuhan rakyat Filipina untuk keluar dari pandemi virus corona.

Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan raya di Manila, adalah tempat berlangsungnya protes jalanan damai selama empat hari pada 1986 setelah Ferdinand Marcos dituduh mencuri suara dari saingannya Corazon Aquino dalam pemilihan presiden.

BACA JUGA: Aktivis Filipina Siap Hadapi Perjuangan Panjang Cegah Marcos dari Kekuasaan

Para uskup Katolik pada saat itu mengumpulkan jutaan orang untuk melindungi sekelompok kecil pemberontak militer yang bersembunyi di sebuah pangkalan militer setelah Marcos mengungkap upaya kudeta mereka. Aksi protes itu pada akhirnya memaksa keluarga Marcos mengasingkan diri ke AS.

"Kami tidak ingin masa kepresidenan Marcos terulang kembali, karena keluarga Marcos terbukti korup," kata Jandeil Roperos, 25, salah seorang pemrotes, kepada AFP.

Pada Jumat (25/2), para uskup kembali berada di garis depan gerakan anti-Marcos.

Dalam sebuah surat pastoral, Konferensi Waligereja Filipina mengatakan adalah tugas pemilih untuk menolak "revisionisme historis" yang mereka katakan berusaha menutupi pelanggaran yang dilakukan di bawah kepemimpinan Ferdinand Marcos. [ab/uh]