Para pemimpin Uni Eropa siap untuk menyetujui Ursula von der Leyen, Antonio Costa dan Kaja Kallas sebagai kepala lembaga-lembaga utama blok 27 negara tersebut untuk tahun-tahun mendatang, dan menugaskan mereka untuk membentuk kebijakan bagi blok perdagangan terbesar di dunia tersebut.
Setelah tiga kelompok politik arus utama di Parlemen Eropa mencapai kesepakatan awal pekan ini, ketiga orang itu diperkirakan akan disetujui pada pertemuan puncak dua hari yang dimulai Kamis (27/6) di Brussels, meskipun ada kritik dari kelompok ekstrem kanan.
Berdasar kesepakatan yang dicapai oleh para perunding dari kelompok-kelompok konservatif, sosial demokrat dan liberal, von der Leyen, seorang konservatif, akan diusulkan untuk masa jabatan kedua sebagai presiden Komisi Eropa. Costa, mantan perdana menteri sosialis Portugal, akan dicalonkan untuk menggantikan Presiden Dewan Eropa Charles Michel, sementara Kallas, perdana menteri Estonia yang dikenal karena sikap kerasnya terhadap Rusia, akan diusulkan sebagai diplomat tertinggi blok tersebut untuk menggantikan Josep Borrell.
Meskipun penunjukan Michel ditentukan oleh para pemimpin Uni Eropa, baik von der Leyen maupun Kallas juga perlu mendapat persetujuan dari para anggota parlemen.
Pemilu Parlemen Eropa yang diadakan pada tanggal 6-9 Juni menunjukkan pergeseran badan legislatif Uni Eropa ke sayap kanan dan memberikan pukulan telak terhadap partai-partai arus utama yang memerintah di Jerman. Namun ketiga kelompok arus utama tersebut berhasil mempertahankan mayoritas kursi dan tidak mempertimbangkan kebangkitan kelompok sayap kanan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, yang kelompok politiknya di Parlemen Eropa kini menjadi kelompok terbesar ketiga.
Meloni mengkritik kesepakatan tersebut menjelang KTT, dengan mengatakan bahwa kesepakatan tersebut tidak mempertimbangkan keinginan warga Uni Eropa “yang menyerukan Eropa yang lebih konkret dan tidak terlalu ideologis.”
Di bawah pembagian kekuasaan UE yang rumit, para pemimpin dapat mencalonkan presiden Komisi Eropa berikutnya, yang bertanggung jawab menyusun kebijakan UE dalam segala hal, mulai dari iklim hingga anggaran bersama yang sangat besar.
Selama lima tahun terakhir, von der Leyen memimpin upaya besar untuk mendapatkan miliaran dosis vaksin COVID-19 selama pandemi, menyiapkan dana pemulihan ekonomi dan menggalang dukungan untuk Ukraina setelah Rusia melancarkan invasi besar-besaran, termasuk dengan memberikan dukungan keanggotan Ukraina di UE.
Tugas presiden Dewan Eropa adalah menengahi kesepakatan antara negara-negara anggota UE, sementara diplomat tertingginya mewakili blok tersebut di panggung dunia. [ab/ka]