Tiga narapidana kasus pelatihan militer di Aceh, Komaruddin alias Abu Yusuf, Abdullah Sonata dan Joko Sulistyo, menyampaikan kesaksian yang hampir sama mengenai peran Abu Bakar Baasyir dalam kegiatan mereka. Ketiganya mengatakan pemimpin “Jamaah Anshori Tauhid” itu sama sekali tidak mengetahui adanya latihan militer tersebut.
Abu Yusuf bahkan mengaku tidak mengenal Baasyir dan baru bertatap muka ketika keduanya menjadi narapidana di Nusakambangan. Menjawab pertanyaan jaksa dalam sidang yang dimulai pukul 10.00 pagi, Abu Yusuf memaparkan bahwa pimpinan latihan militer itu adalah Dulmatin. Abu Yusuf menerima pendanaan, senjata api dan seluruh perintah latihan dari Dulmatin, yang tewas dalam penyergapan oleh Densus 88 dan Brimob di hutan Jalin, Jantho, Aceh.
"Tidak ada kaitan sama sekali pelatihan di Aceh secara teknis dengan Abu Bakar Baasyir. Saya ditunjuk sebagai pimpinan latihan di Aceh, tidak pernah terdengar di telinga saya, bahwa Dulmatin diperintah oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir. Semuanya dirancang oleh beliau Dulmatin, dan dia meminta saya untuk menjadi pimpinan pelatihan di Aceh sebagai ibadah, bagi yang beragama Islam. Jadi dalam perkara teknis sejak awal sampai saya tertangkap di Medan, tidak pernah pelatihan itu dikaitkan dengan Abu Bakar Baasyir," kata Abu Yusuf.
Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq yang juga dihadirkan sebagai saksi, merinci bagaimana latihan perang di Aceh terlaksana. Rizieq mengatakan awal latihan militer ini adalah pembukaan posko relawan Palestina yang dilakukan organisasi tersebut. Setelah menerima relawan, 125 anggota FPI kemudian berlatih di Aceh dan 10 orang dipilih sebagai peserta terbaik.
Salah satu pelatih dalam kegiatan itu adalah Sofyan Sauri, seorang desertir Brimob Polri. Tanpa sepengetahuan pengurus FPI Pusat, Sofyan membujuk 10 peserta terbaik itu untuk berlatih menembak di Mako Brimob Kelapa Dua, Jakarta. Selanjutnya, Sofyan mengajak dua di antaranya, dan puluhan anggota Ormas Islam lain, untuk mengadakan latihan militer bersenjata api di Aceh. Latihan atas inisiatif Sofyan inilah yang kemudian disergap aparat kepolisian, mengakibatkan baku tembak dan tewasnya sejumlah peserta latihan.
Habib Rizieq menilai, pihaknya dijebak oleh sebuah operasi tertentu, yang justru melibatkan oknum Brimob Polri. "Apa yang dialami oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir sama dengan yang saya alami, yaitu anak buah dari organisasi kami direkrut, diajarkan menembak, diajak latihan perang, dijebak sedemikian rupa, dibenturkan dalam kontak senjata, kemudian ditinggalkan," jelasnya.
Seperti sidang pada 12 Januari lalu, sidang kali ini juga dihadiri oleh ratusan pendukung Baasyir dan kini ditambah anggota FPI. Salah seorang di antaranya adalah Denok Aji Murti, santri Baasyir yang berkendara 10 jam dari Blora ke Cilacap untuk memberi dukungan.
Your browser doesn’t support HTML5
Di halaman PN Cilacap, Denok bercerita kepada sejumlah wartawan, bahwa selama empat tahun menjadi santri di Pesantren Ngruki, tidak pernah sekalipun Baasyir mengajarkan aksi kekerasan. Karena itulah, dia dan kawan-kawannya meyakini, guru mereka itu adalah korban rekayasa.
"Terdapat kejanggalan-kejanggalan yang sudah dibuktikan secara jelas dan nyata. Apa yang hari ini sudah dikatakan oleh Jaksa sendiri, adalah sebuah kejanggalan yang sangat dipaksakan sekali. Sangat tidak relevan sekali dari vonis yang sudah dijatuhkan kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir," jelas Denok Aji Murti.
Sepanjang persidangan yang baru berakhir pukul 16.00 sore, tim jaksa dan tim pembela Baasyir sering terlibat dalam perdebatan sengit. Perdebatan ini terutama menyikapi keterangan para saksi, yang apakah bisa dianggap sebagai novum atau bukti baru dalam kasus ini, ataukah tidak. [ns/em]