Paramiliter Sudan Serang Pabrik Senjata

Asap mengepul di atas Khartoum, Sudan, Kamis, 8 Juni 2023, saat pertempuran antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter berlanjut. (Foto: AP)

Sementara pertempuran di Sudan memasuki pekan kedelapan, kedua pihak dalam konflik kini memperebutkan kontrol atas kompleks industri militer di Khartoum Selatan.

Yousif Eizzat, penasihat politik kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) mengklaim anggota mereka telah merebut pabrik senjata dan depot amunisi terbesar di negara itu di Yarmouk, dan bahwa kompleks itu kini berada di bawah kontrol Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.

“RSF menguasai 90% Khartoum, dan mungkin hari ini setelah menguasai industri militer, hampir 95%. Inilah situasi sekarang di lapangan,” katanya. “Ini adalah pabrik terbesar untuk peluru, senjata, dan juga gudang terbesar bagi Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) di Khartoum. Ini adalah gudang strategis SAF untuk senjata, peluru, untuk semua peralatan militer.”

Eizzat juga mengklaim SAF sedang berupaya memperpanjang pertempuran di jalan-jalan di ibu kota negara itu dengan tujuan memperkuat posisi mereka sebelum kembali ke proses perdamaian di Jeddah, Arab Saudi, yang dipimpin oleh AS dan negara tuan rumah.

Asap mengepul dari kebakaran di gudang kayu di Khartoum selatan di tengah pertempuran yang sedang berlangsung pada 7 Juni 2023. (Foto: AFP)

Permintaan komentar VOA dari para wakil SAF tidak dijawab. VOA juga menghubungi duta besar Sudan di AS dan tidak mendapatkan respons.

Perwakilan tetap Sudan untuk PBB, Al-Harith Idris, meminta Arab Saudi dan AS untuk menekan RSF agar membuat komitmen untuk mematuhi hasil perundingan tidak langsung dengan SAF di Jeddah.

Idris mengatakan kepada saluran TV berbahasa Arab VOA Al-hurra bahwa SAF berkeberatan mengenai perundingan selama pasukan pemberontak tidak mematuhi gencatan senjata.

Eizzat mengatakan RSF tidak siap melakukan pembicaraan dengan pemerintah Sudan, seraya menambahkan bahwa pembicaraan di Jeddah tidak akan mengakhiri kekerasan di negara itu.

BACA JUGA: Perang di Sudan Perburuk Krisis Kemanusiaan di Afrika Tengah

“Tidak ada perundingan dengan pemerintah Sudan. Dan mereka yang ingin melanjutkannya, ini karena mereka berasal dari rezim lama dan mereka ingin kembali ke kekuasaan. Mereka ingin RSF duduk bersama mereka dalam pemerintahan dan RSF sebagai pemberontak, itu tidak akan pernah terjadi,” katanya kepada VOA.

Hampir dua juta orang mengungsi karena konflik itu, menurut angka terakhir PBB, termasuk 476 ribu di antaranya yang mengungsi ke negara-negara tetangga, Mesir, Chad, Ethiopia dan Sudan Selatan.

Perwakilan tetap Sudan untuk PBB mengatakan badan-badan bantuan telah mulai mengirimkan bantuan untuk warga Khartoum. “Kami berhubungan dengan Kantor Koordinasi Bantuan (OSHA), yang mengalokasikan 18 juta dolar tiga pekan silam, dan kemudian melancarkan kampanye untuk menggalang dua miliar dolar,” katanya kepada saluran TV Al-hurra. [uh/ab]