Kota Pariaman Sumbar akan denda perilaku LGBT Rp1 juta

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (27/11), mengesahkan peraturan daerah (Perda) yang akan mendenda perilaku LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).

Kaum LGBT bisa didenda Rp1 juta jika melakukan perbuatan yang dinilai “menimbulkan keresahan”.

BACA JUGA: Pemilih Taiwan akan Putuskan soal Perkawinan Sesama Jenis

“Menurut adat kami, adat Minang, kami menentang perilaku seperti itu,” kata Wakil Wali Kota Pariaman, Mardison Mahyudin, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

Dia menambahkan aturan tersebut dibuat karena “banyak warga yang resah”. Mardison juga menyatakan Perda dengan sanksi denda dikeluarkan untuk “memberantas LGBT”.

Salah satu demonstrasi di Jakarta menuntut persamaan hak bagi kaum LGBT.

Perda yang mengatur soal LGBT itu adalah revisi dari Perda Ketentraman dan Ketertiban.

Dalam perda baru itu ada dua pasal yang fokus terhadap LGBT. Pasal 24 mengatur soal aktivitas transgender “yang mengganggu masyarakat”, sementara Pasal 25 melarang ”perbuatan asusila” sesama jenis.

BACA JUGA: “Perda Syariah” Dinilai Munculkan Sejumlah Masalah

Kepada Reuters, Mardison menyebut Perda yang disahkan DPRD tersebut akan dievaluasi terlebih dahulu oleh Gubernur Sumatera Barat, dalam jangka waktu 15 hari setelah diresmikan.

‘Tidak konstitusional’

Homoseksualitas tidak diatur dalam hukum di Indonesia, kecuali di Provinsi Aceh, yang menerapkan Qanun Jinayat.

Sejumlah orang telah dicambuk di Aceh karena disebut melakukan hubungan seksual sesama jenis.

Aceh menerapkan Qanun Jinayat, yang mana hubungan seks sesama jenis dihukum cambuk.

Kota Pariaman menjadi daerah kedua di Indonesia, yang memiliki aturan resmi untuk menghukum kaum LGBT.

Pengamat Hak Asasi Manusia (HAM) dari lembaga Human Rights Watch, Andreas Harsono, menyebut perda itu “tidak konstitusional” dan diskriminatif.

BACA JUGA: Lagi, Dua Waria Dipersekusi

“Itu aturan daerah yang tidak punya pijakan di konstitusi Indonesia dan hukum lainnya,” tutur Andreas kepada Reuters.

“Ini adalah bukti baru bahwa di Indonesia semakin sering berlaku hukum ganda: yang satu hukum konstitusional dan yang lainnya, hukum syariat Islam,” pungkasnya.

Penangkapan terhadap aktivitas LGBT di berbagai daerah di Indonesia marak terjadi belakangan ini.

Meskipun tidak ada hukum nasional yang mengatur, belakangan marak terjadi penangkapan terhadap berbagai aktivitas LGBT di berbagai daerah di Indonesia. (rh)