Pariwisata Jadi Sektor Andalan di Tengah Melambatnya Perekonomian

Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan) dan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan di kantor Kepresidenan Jakarta (15/10). (VOA/Andylala Waluyo)

Menteri Pariwisata Arief Yahya optimistis regulasi bebas kunjungan wisata bisa menambah satu juta pengunjung per tahun dan mendatangkan devisa sekitar Rp 1 milyar.

Presiden Joko Widodo di kantor Presiden Jakarta Kamis (15/10) mengatakan, sektor pariwisata menjadi salah satu sektor andalan yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia.

"Saya kira tahu semuanya, di tengah melambatnya ekonomi global termauk di dalamnya ekonomi Indonesia, sektor pariwisata adalah sektor yang paling cepat bisa kita pakai untuk menggerakkan ekonomi kita," ujarnya.

Presiden memastikan ada peningkatan kunjungan wisatawan hingga Agustus 2015 ini. Bahkan menurut Presiden, jika dibanding negara-negara lain khususnya negara di Asia Tenggara, Indonesia terus mengalami kenaikan kunjungan wisatawan.

"Kunjungan wisatawan dari catatan yang saya terima, hingga bulan Agustus 2015 adalah sebesar 850 ribu wisatawan. Dari data yang saya terima juga, hampir di semua negara khususnya di Asia Tenggara ini menurun (kunjungan pariwisatanya), tapi kita Alhamdulillah bisa naik," ujarnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa target kementeriannya hingga akhir 2015 adalah mendatangkan 10 juta turis.

"Jumlah wisatawan mancanegara hingga Agustus mencapai 6,3 juta dari targetnya 6 juta orang, sehingga mencapai 103 persen atau melebihi target sedikit. Proyeksi kita tahun ini adalah 10 juta. Target tahun depan adalah 12 juta," ujarnya.

Arief optimistis regulasi bebas kunjungan wisata yang diatur melalui Peraturan Presiden No. 104/2015 bisa menambah satu juta pengunjung per tahunnya, dengan kisaran devisa yang dihasilkan mencapai Rp 1 Milyar.

"Regulasi pertama terkait dengan bebas visa kunjungan. Pertama ada 15 negara bebas visa, ditambah 30 menjadi 45 negara. Sehingga hingga saat ini total ada 90 negara. Kebijakan bebas visa ini adalah adanya penambahan jumlah wisatawan mancanegara satu juta orang. Berarti devisa yang kita hasilkan adalah sekitar Rp 1 milyar tambahannya," ujarnya.

Arief menambahkan, komitmen Presiden Joko Widodo untuk memprioritaskan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan juga dibuktikan dengan penerbitan Perpres No. 105/2015 tentang kunjungan kapal yacht asing ke Indonesia yang menghapus ketentuan mengenai "CAIT" (Clearance Approval for Indonesia Territory) dan impor sementara.

"Kemudahan untuk masuk ke Indonesia melalui menggunakan perahu pesiar atau yacht. Kalau dulu orang masuk ke Indonesia itu perlu waktu rata-rata 3 minggu. Karena ada aturan yang namanya CAIT (Clearance Approval for Indonesia Territory)," ujarnya.

"Sekarang aturan ini sudah dicabut, sekarang kita gunakan standar yang berlaku di dunia yaitu 'CIQP' (Custom, Immigration, Quarantine, Port) di 18 pelabuhan. Sehingga orang masuk ke Indonesia cukup satu hari. Kebijakan ini diproyeksikan meningkatkan jumlah kunjungan yacht ke Indonesia hingga 6.000 yacht pada 2019 sehingga menghasilkan devisa US$600 juta," ujarnya.

Promosi wisata bahari, lanjut Arif Yahya, mendapat tambahan dukungan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 121/2015 tentang pemberian kemudahan bagi wisatawan dengan menggunakan kapal pesiar (cruise) berbendera asing. Dengan peraturan ini, 'asas cabotage' untuk kapal pesiar asing dicabut sehingga kapal asing bisa mengangkut dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan di Indonesia.

Asas cabotage adalah prinsip yang memberikan hak beroperasi secara komersial di dalam satu negara hanya kepada perusahaan angkutan dari negara itu sendiri secara eksklusif. Artinya kapal pesiar yang boleh mengangkut dan menurunkan penumpang di Indonesia hanya yang berbendera Indonesia.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan mengatakan kementeriannya memberikan dukungan kepada kementerian pariwisata, diantaranya

"Kementerian Perhubungan mengalokasikan anggaran untuk dukungan pengembangan estimasi pariwisata itu tahun 2015 Rp 2,3 trilyun. Dan usualan untuk 2016 Rp 1,8 trilyun. Yaitu untuk pengembangan bandara, pengembangan pelabuhan penyeberangan," ujarnya. [hd]