Pariwisata Melonjak, Jepang Ubah Perkantoran Jadi Hotel

Para turis China beristirahat di pinggir jalan setelah berbelanja di daerah pertokoan mewah Ginza di Tokyo. (Foto: Dok)

Lonjakan turis sudah menekan pasokan akomodasi yang ada di Tokyo, yang memiliki sekitar 100.000 kamar hotel.

Jumlah turis yang mencapai rekor di Jepang melampaui kemampuan hotel untuk mengakomodasi mereka di dalam sektor yang terhambat biaya tinggi, membuat para pembangun berpikir kreatif untuk segera memperluas opsi penginapan tanpa membuat bangkrut.

Jepang mencapai targetnya tahun ini untuk memecahkan rekor 13,4 juta pengunjung tahun 2014, terbantu oleh melemahnya yen dan persyaratan visa yang lebih mudah untuk beberapa negara Asia. Pemerintah juga ingin menarik 20 juta pengunjung tahun 2020, saat Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade, untuk merevitalisasi ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut.

Lonjakan turis sudah menekan pasokan akomodasi yang ada di Tokyo, yang memiliki sekitar 100.000 kamar hotel. Hanya 7.600 kamar yang akan ditambahkan dalam tiga tahun mendatang, menurut STR Global, sebuah perusahan riset untuk industri hotel.

Lambatnya pertumbuhan disebabkan karena meningkatnya harga tanah dan biaya konstruksi. Salah satu solusi cepat adalah dengan mengubah bangunan perkantoran lama menjadi hotel-hotel berkamar mungil tapi gaya yang dapat disewa seharga US$30 per malam, kurang dari setengah harga kamar di hotel bisnis murah.

"Mengubah bangunan kantor menjadi hotel adalah cara ideal untuk merespon kebutuhan cepat akan kamar hotel," ujar Yukari Sasaki, manajer senior dari pembangun properti Sankei Building Co.

"Membangun hotel dari nol berbiaya terlalu tinggi sekarang karena tingginya biaya konstruksi."

Sankei, sebuah unit Fuji Media Holdings Inc, yang memiliki surat kabar konservatif Sankei, mengubah sebuah gedung perkantoran berusia 35 tahun di pusat penjualan barang-barang elektronik Akihabara di Tokyo menjadi hotel dalam waktu kurang dari setahun dengan biaya kurang dari $8 juta.

Hotel tersebut, disebut Grids, menetapkan sewa kamar 3.300 yen ($27) semalam per orang untuk tempat tidur bertingkat dan sampai 5.000 yen ($40) untuk kamar premium dengan kasur tatami.

Sebagai perbandingan, harga kamar rata-rata di hotel-hotel bisnis kelas bawah di Tokyo telah meningkat 11,7 persen sejak tahun lalu menjadi 9.500 yen, menurut STR Global.

"Pasar untuk jenis hotel ini masih kecil, tapi potensinya untuk berkembang lebih besar di kota-kota besar tempat permintaan akan hotel tinggi," ujar Tomohiko Sawayanagi, direktur pengelola Jones Lang LaSalle di Tokyo.

Selain itu, karena lebih banyak menara perkantoran dibangun, gedung-gedung perkantoran yang lama dan lebih kecil menjadi kurang menarik. Properti-properti semacam itu dapat digunakan lebih baik sebagai hotel, menurut pihak industri.

"Beberapa bagunan perkantoran dapat menarik pendapatan lebih tinggi ketika dikonversi menjadi hotel karena kita dapat mengharapkan peningkatan jumlah turis asing ke Jepang," ujar Yuji Sakawa, wakil manajer umum B-lot Co, investor properti di Tokyo.

Kompetisi akan datang dari situs penyewaan rumah seperti Airbnb, yang telah mendaftar ribuan properti, bahkan dengan risiko melanggar hukum.

Aturan yang berlaku untuk penyewaan jangka pendek adalah ketat: Pemilik tidak boleh secara legal menyewakan rumah mereka tanpa izin, meja resepsi gaya hotel dan ukuran kamar minimum.

Tapi masih ada harapan. Sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi Perdana Menteri Shinzo Abe, pemerintahnya telah menetapkan zona-zona khusus di seluruh negeri tempat serangkaian aturan akan dilonggarkan, termasuk aturan-aturan terkait penginapan jangka pendek.

Sementara itu, pembangun properti Sanke berencana mengubah lebih banyak gedung kantor menjadi hotel murah. Properti Grids miliknya di Tokyo akan dihancurkan untuk dijadikan bangunan apartemen.

"Tapi jika pariwisata masih melonjak, kita akan membangunnya kembali menjadi hotel baru," ujar Sasaki.